“ Orang boleh
pandai setinggi langit, selama tidak menulis ia akan hilang ditelan dunia”
(Pramodya)
Seorang penulis adalah seorang pencerah,
ia selalu melihat sebuah fenomena dari pandangan spasial yang utuh dan
menyeluruh. Artinya, sebuah peristiwa tidak dilihat sebagai satu hal yang benar
saja, atau salah saja. Tetapi, harus bisa melihat dari dua sisi sekaligus untuk
kemudian menuliskannya ke dalam sebuah tulisan yang penuh makna. Menulis tidak
hanya untuk alasan-alasan pragmatis saja, tetapi juga untuk alasan-alasan
idealis. Misalnya saja untuk menyampaikan kebenaran, mengajak pada kebaikan,
mencegah kemungkaran dan mencerahkan masyarakat. Bukan secara terang-terangan,
tetapi secara tersirat di dalam tulisannya saja.
Boleh dikatakan, menjadi seorang penulis
itu harus siap menjadi seorang yang bergerak di belakang layar. Fisik boleh
biasa saja, latar belakang sosial boleh terbelakang, otak boleh biasa-biasa
saja, tetapi pemikiran dan daya kritis harus selalu diasah. Karena penulis merupakan
sebuah aktivitas yang melebihi orang-orang pada umumnya.
Sebagai bukti, saya contohkan : ketika
seseorang akan menulis, tentu ia harus menentukan pesan apa yang ingin ia
sampaikan kepada para pembaca. Tentu saja, apa yang dipikirkannya harus melewati
pemikiran-pemikiran orang pada umumnya. Secara otomatis, ia akan membaca, mulai
dari membaca situasi, membaca surat kabar hingga membaca literatur-literatur.
Kegiatan ini dilakukan sebagai pertanggungjawaban akademis seorang penulis.
Karena apa yang dituliskannya, harus bisa dipertanggungjawabkan. Pembaca tidak
akan pernah tahu, di sinilah hati nurani seseorang itu diuji.
Satu aktivitas lain yang sangat penting
perlu ditanamkan dalam benak kita adalah menghargai karya. Konsep menghargai di
sini, tidak hanya sekedar diapresiasi atau diberikan honorarium. Tetapi,
bagaimana seseorang itu bisa selalu menghindari mengutip tulisan orang lain
tanpa seizin.
Mengutip boleh dilakukan dalam
penulisan, tetapi harus sesuai dengan standar akademik yang berlaku. Di antaranya
adalah dengan mencantumkan nama pengarang, tahun, halaman, mencetak miring
tulisan istilah, menjorokkan tulisan jika mengutip lebih dari lima kalimat dan
syarat-syarat yang lainnya. Pemikiran awal yang kuat tentang penghargaan karya
yang demikian, akan membentuk pola pikir kita untuk selalu berhati-hati dalam
menulis. Terutama, agar tulisan kita benar-benar bisa dipertanggungjawabkan
secara nurani maupun secara akademik. Seorang akademisi yang tidak mau mengerti
tentang pengutipan yang benar (plagiasi), sama halnya dengan pencuri, bahkan
lebih hina lagi seperti koruptor.
Ketika ia mengutip secara ilegal, sama
artinya menunjukkan bahwa ia sebenarnya tidak mampu untuk mereproduksi
kata-kata. Padahal, reproduksi kata-kata bagaimanapun bunyinya merupakan sebuah
awal dalam membentuk karakter tulisan kita. Trial
and error adalah kegiatan yang harus
ditanamkan sejak awal, bahwa menjadi penulis tidak mentolerir kesalahan tetapi
juga tetap menghargai usaha yang menemui kesalahan. Konsep pertanggungjawaban
secara intelektual harus selalu diingat dalam berkarya.
Salah satu cara untuk menemukan
aktivitas-aktivitas yang benar sebagai seorang akademisi adalah dengan
membentuk forum-forum diskusi. Forum yang demikian, akan selalu memberikan
kesempatan kita untuk mengembangkan pemikiran, memperbaiki kualitas tulisan,
memiliki ide segar tentang sebuah isu yang belum terpikirkan orang lain dan
membetulkan aktivitas-aktivitas yang harus dihindari oleh seorang penulis.
Isdiyono,
RWrC; 14/10/2011
-Jadilah
penulis yang berhati nurani dan berpedoman akademisi dalam mencerahkan
masyarakat-
No comments:
Post a Comment