Menang tanpa harus
membuat orang lain merasa kalah, pepatah inilah yang pada saat ini jarang kita
temukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, meskipun dari tahun ke tahun
tingkat pendidikan masyarakat Indonesia bertambah tetap belum mampu memunculkan
kepemimpinan yang demikian. Kepemimpinan yang ada pada saat ini adalah
‘membelalakkan mata ke atas dan menutup mata ke bawah.’
Artinya, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang belum mampu membuat perubahan yang signifikan
dalam kepemimpinan masyarakat. Padahal, dengan kondisi ekonomi-sosial
masyarakat yang masih rendah dibutuhkan kepemimpinan yang selalu melihat apa
yang ada di bawah untuk bergerak ke atas. Seperti kertas yang diberi tinta di
ujungnya. Jika ujung bawahnya dicelupkan sedikit ke air, maka tinta akan
terangkat mengikuti arah rembetan air yakni ke atas.
Kepemimpinan yang
bening seperti air, akan membuat siapa saja yang berinteraksi menjadi segan.
Kawan ataupun lawan, pasti akan membantu dan mendukung kinerjanya untuk membuat
perubahan. Bergerak seperti orang kebanyakan, dengan pemikiran yang berada di
luar nalar orang kebanyakan. Tidak mengharapkan apapun dari kedudukannya,
tetapi semata-mata ingin memberikan paradigma perubahan bagi masyarakat.
Untuk menjadi pemimpin
yang kuat dan tangguh, ada kalanya kita harus belajar dari Pilgub DKI yang
sedang marak. Dalam pemilihan kali ini, figur incumbent yang flamboyan ditantang oleh pemimpin Solo yang kalem. Konsep
kemenangan tanpa merendahkan bisa kita lihat bersama-sama selama proses ini
berlangsung. Bahwa isu-isu yang menyengat lawan, bukan merupakan tindakan yang
baik. Karena bisa membawa kita pada perpecahan.
Sudah saatnya kita
bangkit dan bersama mengusahakan kepemimpinan yang selalu melihat ke bawah
tanpa segan menatap ke atas. Karena masyarakat sudah sangat merindukan pemimpin
yang rendah hati dan mengayomi. Bukan sekedar kepemimpinan yang egois dan penuh
dengan kepentingan individualis-materialistis.
Isdiyono,
Mahasiswa PGSD FIP
Universitas
Negeri Yogyakarta
No comments:
Post a Comment