Ada yang bilang menulis itu susah, takut salah
dan takut dituntut. Tetapi, apa yang akan kita dapat dari sebuah tulisan yang
menginspirasi, mencerahkan dan membawa pesan-pesan perdamaian? Silahkan mencoba
untuk dijawab sendiri. Bukankah menulis untuk kebaikan adalah kewajiban kita sebagai insan akademia? Menyampaikan kebenaran, salah satu dari esensi pendidikan.
Begitu gencar dalam setiap diskusi, mulai dari
bawah pohon, gedung seminar hingga hotel berbintang lima. Yang dibicarakan sama : bagaimana caranya menulis? Hanya tempatnya saja yang sedikit berbeda.
Kelas gurem dengan kelas kakap. Tetapi, mulailah dari forum-forum di bawah
pohon, karena imbas yang besar itu selalu dimulai dari level bawah.
Nyambung lagi ke topik utama, kapan mau menulis?
Mungkin benar, kalau kita takut salah dalam
menuliskan sesuatu karena memang dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, kita
hanya menganalisis bahasa saja. Karya yang dihasilkan dari sebuah tulisan
memang tak begitu dihargai, kecuali oleh beberapa guru dan dosen yang memang
mengerti betapa menulis lebih banyak membutuhkan pemikiran daripada membuat
makalah. Kalau membuat makalah tinggal kopi
paste, tetapi kalau membuat sendiri harus memeras otak untuk mendapatkan
pemikiran yang orisinil.
Banyak yang mengatakan bahwa, nanti kalau
tulisanku kontroversial bagaimana? Jangan takut kawan, bukankah tulisan
sehari-hari tentang pengecaman terhadap kinerja pemerintah itu lebih tajam
daripada tulisan kita? Jadi mengapa kita mesti takut? Mengapa kau menunda
kebaikan, sedangkan kau menginginkan diri menjadi orang yang baik? Kenapa tidak
dimulai dari diri sendiri? Kenapa harus menyerahkan kebaikan pada orang lain?
Apakah engkau rela jika kebaikan dan hikmah itu
dimiliki orang lain? Apakah engkau rela ilmu yang bermanfaat itu orang lain
yang memiliki? Sedangkan engkau hanya tertegun melihat orang lain menyampaikan
ilmunya? Kenapa engkau diam saja? Kenapa tak engkau pegang pena itu? Kenapa
engkau takut untuk emnggoreskan kisahmu di atas lembaran suci kertas itu?
Kenapa? Apakah karena engkau tidak lagi peduli lagi pada sekolahmu? Pada
gurumu? Pada tetanggamu? Pada keluargamu? Pada bangsamu? Pada agamamu?
Tak inginkah engkau menyiram mawar yang tumbuh
di dalam dadamu? Dan ketika telah berbunga, engkau membagikannya pada orang
lain? Ah, betapa nikmatnya hidup saling berbagi. Kenapa engkau masih bengong?
Kenapa engkau mencari inspirasi, sedangkan engkau ingin menuliskan kebaikan?*
Kenapa kau merasa berat meluangkan waktu untuk menulis, padahal masih banyak
penulis yang merelakan sedikit waktu di antara padatnya jadwal mereka?
Jika engkau menitikkan air mata, jangan biarkan
ia mengering melainkan jika kau sudah menuliskan kegelisahanmu. Jangan ragu
untuk menyuarakan kata hatimu. Dengarkan kejujurannya, dengar apa yang
sebenarnya membuat ia kecewa, rasakan, dengarkan, kemudian tulislah. Ingat,
bangsa ini, rakyat ini menunggu tulisan-tulisan inspiratifmu...
Isdiyono,
24 Juli 2010
With full of the
spirit...
*Dikutip dari ust. Faudzil Adzim
Alamat email jml halaman genre nama rubrik
redaksi@seputar-indonesia.com 1,5 halaman tematik suara mahasiswa
pewaradinamika@uny.ac.id tergantung rubrik
Disampaikan oleh Isdiyono
Wates, 02 Maret 2012
No comments:
Post a Comment