Menghitung
Peluang Judul
Menulis, begitu
pentingnya sampai-sampai Umar bin Khatab mengatakan satu nasihat “ikatlah ilmu
dengan menulis”. Nampaknya, ungkapan ini benar mengingat bahwa menulis
merupakan salah satu aspek penting dalam sebuah peradaban. Bisa dikatakan bahwa
semakin tinggi peradaban suatu kaum itu berbanding lurus dengan kualitas dan
kuantitas tulisan yang dihasilkannya.
Bahkan, dimulainya
zaman sejarah pun ditandai dengan ditemukannya tulisan. Diduga, tulisan pertama
kali ditemukan di lembah Sumeria (Irak) oleh bangsa Babylon dengan tulisan
terkenalnya : hieroglif atau tulisan paku. Dinamakan demikian karena memang
bentuk hurufnya seperti paku dan masing-masing merupakan suatu perlambang
komunikasi yang sangat terbatas.
Seiring dengan
perkembangan zaman, tulisan pun semakin leluasa menemukan bentuk universalnya.
Satu bentuk tulisan atau beberapa jenis tulisan yang bisa dipakai siapapun,
dimanapun dan kapanpun berada. Tentu saja, bisa dimengerti oleh komunikan atau
dalam hal ini masyarakat tertentu. Sampai saat ini, tulisan memiliki arti
penting dalam merangkum komunikasi oral yang dalam situasi tertentu tidak
efektif dan memiliki sifat ambigu. Jadi, jika anda tidak mau menulis bisa saya
duga kalau anda memang belum pantas untuk masuk zaman sejarah ini. So, mari
belajar menulis ...
***
Pertanyaan yang muncul
di kepala saya ketika pertama kali belajar menulis adalah : apa yang harus saya
tulis? Dari mana saya harus mulai menulis? Untuk apa saya menulis? Dapat apa
saya menulis? Pertanyaan itu saya yakin juga muncul di pikiran teman-teman.
Dalam kondisi yang demikian, kalau saya ibaratkan orang yang sedang melamar
kerja adalah tahap fase interview. Pada fase ini, seseorang dihadapkan pada dua
pilihan : melanjutkan menulis atau melupakan aktivitas menulis.
Pilihan untuk tidak
menulis, kalau saya boleh menebak sebab utamanya adalah karena berpikir itu
berat. Berpikir membutuhkan energi, ketenangan, inspirasi dan kemauan yang
kuat. Tanpa hal-hal yang demikian, jarang-jarang seseorang bisa lancar dalam
menulis. Meskipun, perlu disadari bahwa gaya seorang penulis dengan penulis
lain itu berbeda.
Apalagi, kalau sudah
berkaitan dengan menulis yang namanya “karya tulis”. Saya pastikan hampir semua
orang akan merasa alergi. Belum membuat sudah banyak mendapat intimidasi :
sulit loh...buat apa sih? Kurang kerjaan... Emangnya penting ya? Apalagi, salah
satu syarat untuk lulus program S1 ataupun kenaikan pangkat guru harus menyusun
karya tulis. Nah, jadi, istilahnya “prevent
is better than aid” atau kalau saya tidak salah maksudnya adalah mencegah
lebih baik daripada mengobati. Belajar dari awal, memberikan keleluasaan dalam
membentuk paradigma berpikir ilmiah di dalam kepala kita.
***
Satu bagian paling
penting dan vital dari karya tulis yang menunjukkan bahwa “this is my paper!” adalah judul. Ya, satu bagian kecil, singkat
yang terletak di halaman terdepan karya tulis adalah judul. Institusi boleh
bonafit, tetapi judul merupakan “raja” dari wajah karya tulis. Kalau kata
sebuah iklan, pandangan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda.
Nampaknya hal ini
berlaku pula pada penyusunan karya tulis. Seberapapun menarik, canggih,
shohih-pun isi sebuah karya tulis belum tentu bisa menarik reviewer ataupun
dewan juri. Saya kasih satu contoh misalnya dalam satu even, ditentukan tema
karya tulis tentang pendidikan karakter. Jika anda menulis judul dengan diawali
“pendidikan karakter...bla...bla...bla...” tanpa diiringi “sesuatu” variabel
yang “wah”, bisa saya pastikan karya anda akan langsung tereliminasi. Kenapa
bisa begitu?
Bisa saja, karena yang
menulis sebuah karya tulis dengan judul demikian tidak hanya anda saja. Tetapi,
ada puluhan, ratusan atau bahkan ribuan orang yang menulis hal yang sama. Di
sinilah seorang yang ingin menulis karya tulis diuji “keunikan” gagasannya.
Semakin unik dan spesial atau khusus, semakin membuat reviewer terpesona. Orang
tentu akan lebih tertarik pada sesuatu yang “unik” dan berbeda. Kalau tidak,
mana mungkin buku JK Rowling, Harry Potter, bisa menjadi buku terlaris dan
filmnya paling dinanti se-dunia.
Semakin khusus dan
mendalam sesuai dengan keilmuan kita, maka karya tulis itu akan “terpaksa ”
dianggap bagus meskipun baru dibaca judulnya saja. Meskipun tema yang
ditentukan sebuah majalah ilmiah atau even ilmiah agak tidak sesuai dengan
keilmuan kita, tidak perlu patah semangat. Karena pada dasarnya, sangat jarang
karya tulis yang sesuai dengan keahlian kita. Padahal, kita selalu merasa
tertantang untuk menuliskan gagasan-gagasan kita.
Ada rahasia, yang tentu
saja saya bagikan pada teman-teman semua dalam menyikapi fenomena ini.
“Bahaslah suatu permasalahan berdasarkan sudut pandang keilmuan kita”, itu
kata-kata yang selalu saya ucapkan ketika diminta mengisi berbagai macam forum kepenulisan.
Jika kita orang dengan keahlian pendidikan, akan kalah jika membuat karya tulis
tentang Sains berdasarkan sudut pandang Sains. Buatlah judul yang memungkinkan
kita membahas Sains dari sudut pandang pendidikan. Jika kita dari sains,
cobalah membahas tema fenomena interaksi sosial berdasarkan Sains.
Dua alasan yang cocok
untuk menjawab pertanyaan why?,
adalah: 1. Reviewer biasanya diambil dari para ahli di bidang yang berkaitan
dengan tema tersebut, sehingga mereka tidak terlalu menguasai materi dari sudut
pandang kita dan akan memancing “keheranan” mereka dan 2. Kita akan lebih
menguasai materi dan menjadi “pembeda” di antara keseragaman pemikiran. Dua
alasan ini, saya kira cukuplah dijadikan alasan kenapa kita harus membahas
sebuah permasalahan dari sudut pandang keahlian kita. Itung-itung hemat energi
dalam “menawarkan” betapa pentingnya karya tulis yang kita buat untuk
masyarakat luas.
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah panjang judul. Dua sampai tiga variabeldengan kata-kata
hubung yang efektif dan efisien saya kira lebih baik daripada banyak tetapi
bertele-tele. Saya kira 4-10 kata sudah cukup untuk menuliskan judul yang “menjual”.
Lebih dari itu, judul akan terlalu hambar, apalagi jika penulis tidak paham
akan masalah tersebut. Tentu akan menjadi sebuah karya tulis yang tidak
nyambung.
Jadi, daripada
menuliskan 3 atau lebih variabel saya kira 2 variabel sudah cukup untuk membuat
judul yang bagus. Misalkan judul “Pemanfaatan cana edulis (ganyong) sebagai
katalisator penderita maag”. Kalau kita hitung, ada 8 kata yang menyusun judul
tersebut. Kadangkala, para penulis pemula berpikir bahwa judul yang menarik
harus bagus dan panjang. Maka, bisa jadi mereka menuliskan “Pemanfaatan tepung
pati ganyong (cana edulis) sebagai solusi penyembuh penderita maag”. Memang,
hanya bertambah 3 kata tetapi kalau dilihat penambahan itu merupakan suatu hal
yang sia-sia. Karena pada dasarnya, yang di bahas di dalam karya tulisnya
adalah satu hal yang sama. Sebuah karya tulis yang bagus, dimulai dari sebuah
judul yang sederhana, ringkas, efektif dan efisien.
Judul yang terlalu
umum, judul yang bertele-tele, penggunaan kata hubung yang tidak tepat dan penggunaan
variabel yang tidak diperlukan adalah hal-hal yang dihindari dalam penulisan
judul. Hindari pula penggunaan variabel yang tidak banyak diulas dalam berbagai
buku, karena akan menjadikan kita kesulitan dalam mencari referensi pada tahap
selanjutnya. Kalaupun ingin mencantumkan variabel yang baru, usahakan ada
variabel umum yang sudah ada.
Saya berikan contoh
misalnya kita ingin mengulas keterampilan membaca langsung (Direct reading), bisa kita
ubah-sesuaikan dengan judul kita. Misal sasaran subjek kita adalah kelas-kelas
di sekolah dasar. Bisa kita tambah “Early
direct reading”. Secara ke-khususan, kata ini memiliki nilai tawar yang
tinggi karena orang jarang mendengarnya. Untuk mencari referensi pun tidak
terlalu sulit, karena kita bisa menelusuri asal-muasalnya.
Ke atas, keterampilan
ini merupakan bagian dari “keterampilan membaca mendalam”. Semakin ke atas, ini
merupakan salah satu bentuk strategi dalam keterampilan berbahasa kategori
keterampilan membaca. Di level tertinggi, keterampilan bahasa adalah referensi
utamanya. Jadi, kita tidak akan kesulitan untuk menemukan berbagai macam teori
dan pendapat yang dibutuhkan dalam menjabarkan ide kita tersebut.
Kesimpulan, judul
merupakan satu hal terpenting yang harus diperhatikan. Judul, meskipun cuma
sedikit, tetapi memiliki kedalaman dan menunjukkan kemampuan pengolahan karya
tulis si penulis di dalamnya. Semakin sederhana dan khusus judul disusun, maka
akan semakin memiliki nilai “jual” yang tinggi. Sesuaikan judul dengan keahlian
kita, karena ini akan menjadi kredit poin tertinggi yang membuat ciri khas dari
karya kita. Jika masih saja kesulitan menemukan judul, awali dengan perbanyak
membaca buku, eksperimen judul kemudian dikonsultasikan pada mentor yang sudah
berpengalaman dan sering-seringlah membuka jurnal untuk mendapatkan inspirasi
judul. Semoga bermanfaat.
Isdiyono, 09 Desember
2012
No comments:
Post a Comment