Tak
ada asap jika tidak ada api, pepatah ini saya kira cocok untuk menggambarkan
kualitas tim nasional kita. Lemahnya tim nasional kita, secara langsung
dipengaruhi oleh dualisme kepemimpinan PSSI di bawah Arifin Djohar dan KPSI di
bawah La Nayla Mattaliti. Sikap keras kepala yang ditunjukkan oleh kedua kubu,
menunjukkan bahwa dunia persepakbolaan kita sedang terserang penyakit kronis
bernama politik.
Akibatnya,
tim nasional yang membutuhan dukungan dari PSSI dan masyarakat Indonesia tidak
mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Secara de fakto, perseteruan di tingkat
kepengurusan PSSI berpengaruh terhadap dukungan suporter terhadap dunia
persepakbolaan kita. Bahkan di forum-forum sepakbola online, para suporter mulai
saling
mengejek. Bahkan, tidak jarang perseteruan ini terjadi di antara para suporter
itu sendiri. Di antaranya berujung pada
kejadian konyol yang sia-sia seperti jatuhnya korban yang luka-luka hingga
meninggal dunia..
Tidak
perlu jauh-jauh, tewasnya satu suporter PSIM dikarenakan bentrok sesama
pendukung beberapa waktu yang lalu tentu masih membekas dalam pikiran kita.
Belum sempat dijadikan pembelajaran, tiga orang suporter The Jack pun menyusul
ketika bentrok terjadi di sela pertandingan Persija Jakarta dengan Persib
Bandung. Padahal, adanya supporter
juga menunjukkan bahwa sebuah pertandingan memiliki nilai kemenarikan yang
tinggi. Sungguh sangat ironis, ketika para
pemain membutuhkan dukungan dari suporter mereka malah disuguhi oleh drama
bentrokan-bentrokan yang sebenarnya tidak perlu.
Untuk
menyelamatkan persepakbolaan di Indonesia, suporter sebenarnya memiliki andil
yang sangat besar dalam pelaksanaan kompetisi. Karena tanpa suporter, sebuah
pertandingan tidak akan enak ditonton dan membosankan. Di samping itu, suara
suporter seharusnya memiliki kekuatan dalam menekan pihak-pihak yang sedang
bersengketa.Karena pendapatan terbesar klub dan kompetisi sepakbola sebagian
besar berasal dari kontribusi suporter.
Tentu
saja, kita sebagai suporter harus belajar untuk menjadi suporter yang baik.
Kita bisa melihat glamournya Liga Inggris yang setiap pekan bisa kita nikmati
di televisi kita. Jarak antara penonton dengan lapangan begitu dekatnya hingga
para pemain bisa berbaur dengan suporter ketika mereka mencetak gol. Selain
itu, meski ada pertandingan derby (antar tim sekota) yang panaspenonton bisa
mengendalikan dirinya untuk tidak meluapkannya dalam aksi-aksi yang tidak
terpuji. Tidak tinggi hati jika menang dan tidak bersedih ketika kalah secara
berlebihan.
Seperti
yang dikatakan oleh ketua APPI Indonesia saat ini, Ponaryo Astaman, bahwa
sepakbola itu adalah sebuah hiburan. Tujuan hiburan sendiri adalah untuk
mendapatkan tontongan yang menyenangkan. Bagaimana seorang suporter berteriak
bebas ketika timnya menang. Bagaimana para pemain begitu dekat dengan suporter
sehingga terjadi saling pengertian dalam mendukung tim yang sedang bertanding.
Nampaknya kita semua merindukan suporter sejati, suporter yang berteriak bebas,
menyuarakan keadilan, memberi dukungan yang meluap-luap dan menyajikan tontonan
yang menarik. Bukan suporter yang menambah kisruh persepakbolaan kita.
Tulisan lama...
No comments:
Post a Comment