Sunday 9 December 2012

Menulis Karya Tulis Part 2


Mengurai judul menjadi latar belakang masalah

Setelah pada episode sebelumnya kita berbicara tentang penentuan judul, maka langkah berikutnya adalah bagaimana menguraikan judul menjadi sebuah penjabaran yang berbobot. Kesalahan yang biasanya terjadi dalam menyusun latar belakang adalah aktivitas menyamakan persepsi bahwa latar belakang masalah itu menguraikan judul. Sehingga, terkadang banyak kutipan yang mendefinisikan variabel dicantumkan dalam bagian ini. Sehingga, latar belakang yang disusun pun lebih mirip kajian pustaka daripada latar belakang masalah pada umumnya.
 Paradigma utama yang harus dibangun dalam menyusun latar belakang masalah adalah bahwa latar belakang disusun untuk menjabarkan betapa pentingnya masalah itu untuk dibahas dan ditangani. Tidak perlu menjabarkan definisi variabel dengan menggunakan teori-teori yang sudah ada. Dalam latar belakang, pentingnya permasalahan yang akan diangkat ini harus bisa langsung dilihat dan disajikan berdasarkan fakta-fakta terbaru yang muncul di masyarakat.
Sebagai contoh misalnya kita ingin membahas tentang pengelolaan sampah rumah tangga untuk dijadikan pupuk organik cair. Kita tidak perlu menjabarkan definisi tentang sampah dan limbah organik cair. Atau mencari data-data yang bersifat rinci. Dalam kasus demikian, latar belakang bisa didahului dengan menceritakan fakta pengeluaran sampah suatu daerah tiap harinya, pengelolaan sampah organik dan an-organik hingga peran serta masyarakat dalam mereduksinya. Data yang diperoleh bisa dari sumber kedua yang bersifat terikat misalnya dari dinas pekerjaan umum bagian pengelolaan sampah, data kementerian nasional dan jangan lupa sumber langsung.
Di samping sumber kedua yang valid, sumber langsung diperlukan untuk menunjang fakta yang terjadi di lapangan. Sumber langsung ini fungsinya adalah memperkuat betapa pentingnya masalah yang akan diangkat itu untuk dibahas. Meskipun anggapan masyarakat kebanyakan masalah tersebut sudah basi, tetapi bisa kita uraikan kembali menjadi sesuatu hal yang “penting” dan “mendesak” untuk dicarikan solusinya.
Adapun jumlahnya terserah pada penulis, tentu saja dengan menyesuaikan jumlah halaman minimal dan maksimal yang menjadi persyaratan latar belakang masalah yang berkisar antara 15-20% (2-3 halaman) dari keseluruhan karya tulis. Jika keseluruhan karya tulis ditentukan maksimal 10-15 halaman, sangat bijaksana kalau menyusun latar belakang sejumlah 2 halaman saja. Hindari penyusunan 1 halaman karena terkesan terlalu sedikit dan menunjukkan bahwa kita sebenarnya tidak tahu tentang karya tulis. Jika naskah lebih dari 15 halaman, 3 halaman bisa diterapkan jika memang uraian yang akan disusun sangat padat, efektif, efisien dan memang benar-benar diperlukan.
Kembali pada pengutipan sumber langsung, jika halaman yang ditentukan sedikit maka 1-2 narasumber saya kira sudah cukup untuk memperkuat argumentasi. Jika banyak, tentu kita bisa menyaring lebih banyak sumber. Tetapi jangan terlalu banyak, berkisar antara 2-4 orang narasumber saja. Hal ini digunakan sebagai langkah antisipasi jika di dalam analisis atau hasil karya tulis nanti bersifat deskriptif kualitatif. Jika jenis data kualitatif, maka pengutipan sumber langsung menurut hemat saya, tidak perlu terlalu banyak.
Nah, satu hal yang perlu diperhatikan dalam pengutipan data di dalam latar belakang masalah adalah bentuknya. Terkadang, penulis pemula memasukkan data pendukung secara langsung. Misalnya, tabel, diagram, grafik, chart, poligon secara langsung. Saran saya, hindari penggunaan bentuk-bentuk tersebut dalam menyajikan data di latar belakang masalah. Alasannya, dengan adanya ruang untuk data tersebut maka akan semakin berkurang space untuk menuliskan argumentasi.
Akibatnya, jumlah uraian latar belakang masalah pun terlihat menggelembung. Bagi penulis, penggunaan sumber secara utuh akan memudahkan dalam mengembangkan kalimat dalam paragraf. Tetapi, bagi dewan juri bentuk seperti ini akan terlihat bahwa penulis belum mampu mengembangkan gagasannya secara komprehensif. Jika reviewer sudah berpikiran demikian, maka secara otomatis karya kita akan terlihat biasa saja (baca: tidak menarik untuk dibahas lebih lanjut). Tentu, ini merupakan satu kerugian bagi penulis sebelum karyanya dibahas. Beruntung jika reviewer kurang berkompeten dalam bidang karya tulis ilmiah.
Di samping kebiasaan-kebiasaan tersebut, hal pertama yang dialami oleh para penulis adalah sindrom “bingung pada paragraf pertama”. Sindrom ini tidak hanya menghinggapi pikiran penulis pemula saja, tetapi penulis yang sudah berkali-kali menyusun karya tulis. Padahal, kalimat pertama dalam menyusun sebuah latar belakang ini sebenarnya merupakan hal yang sangat mudah dan memberikan peluang sebuah karya yang berbeda sebagai ciri khas seseorang. Jadi, sebelum saya berikan contoh-contoh satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa reviewer cenderung kurang tertarik mengomentari awalan yang biasa-biasa saja.
Coba perhatikan contoh paragraf pembuka berikut:
Tahukah anda jika permukaan laut naik setinggi 1 meter, ada 200 juta penduduk dunia yang akan kehilangan rumah tinggalnya. Seperlima luas wilayah Bangladesh akan tenggelam, dan itu berarti ada 35 juta penduduk Bangladesh yang harus bermigrasi ke lokasi pemukiman yang lebih tinggi (Stern, 2007)...”
[Billy K.S. 2011. Perubahan Iklim dan Dampaknya. Hal 12. Disajikan dalam Konferensi Komunikasi UI 2011]
            Dalam kutipan di atas, penulis mengarahkan langsung pembicaraan tentang dampak perubahan iklim melalui kalimat tanya. Untuk meyakinkan pembaca, maka dia menggunakan kata-kata ancaman “...200 juta penduduk dunia akan kehilangan tempat tinggalnya”. Begitu mengerikan seandainya saja benar-benar terjadi. Pada kalimat selanjutnya, penulis menggunakan kutipan dari sumber kedua dengan memberikan kalimat “pengandaian” terhadap satu fakta unik. Bahwa Bangladesh adalah satu negara yang kecil dan akan menjadi seperti apa negeri itu jika sebagian besar wilayahnya terendam banjir?
            Pada contoh yang lainnya, M. Amiruddin dkk (2011:03) menuliskan : “Kemajuan era global ditandai oleh perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi yang secara masif hadir dalam berbagai bentuk kehidupan masyarakat. Manusia dan teknologi menjadi entitas yang tidak terpisahkan. Keduanya mempunyai hubungan simbiosis dan saling berpengaruh.” Penggalan paragraf pertama karya tulis ini disajikan dalam Communication Student Summit 2011 di Unair, Surabaya. Kutipan ini merupakan kutipan paling sederhana yang biasanya dituliskan.
            Ciri khas tulisan sederhana yang biasanya lolos penjurian adalah yang selalu berusaha menuliskan fakta umum (dalam hal ini tentang pentingnya komunikasi maya) tentang sebuah gagasan dengan dampaknya terhadap masyarakat. Kenapa? Karena pada dasarnya, ilmu pengetahuan yang dikembangkan pada saat ini adalah untuk mempermudah mobilitas dan pola hidup masyarakat. Hal ini sesuai dengan kodrat bahwa subjek dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah manusia itu sendiri. Tanpa adanya keterkaitan gagasan dengan masyarakat, mustahil sebuah ide menjadi menarik.
            Secara umum, latar belakang masalah terdiri dari 3 bagian penting yaitu : pembuka (basa-basi), alasan pentingnya masalah tersebut diangkat dan solusi yang ditawarkan. Empat paragraf di atas, menyajikan bagian dari pembuka. Pembuka biasanya diawali dengan hal-hal yang paling umum dan bersifat filosofis. Bagian ini memiliki fungsi untuk mengantarkan pada kesenjangan idealitas-realitas yang ada.
Bagian kedua dari sebuah latar belakang, menyajikan betapa pentingnya permasalahan tersebut untuk dibahas. Perhatikan contoh di bawah ini :
“([par 1. akhir]...Fenomena ini tentunya membuat Korea Selatan menjadi salah satu negara yang sukses menyebarkan budayanya melalui industri kreatif selain Amerika Serikat dan Jepang.
[par 2. awal]Terpaan budaya pop Korea utamanya menyentuh sebagian kaum remaja di beberapa negara walaupun orangtua juga tidak luput terkena demam Korea ini. Fenomena Korean Wave ini pun tidak luput menjangkiti para remaja di Indonesia...”[Bayu S. & Deasy C. 2011. Korea di Indonesia dan Dampaknya terhadap Remaja dan Perilakunya. Halaman 109. Disajikan pada CFP Komunikasi Budi Luhur 2011]
Pada contoh di atas, meskipun di judul terdapat penghubung tidak efektif yakni dobel “dan”, tetapi terdapat satu penghubung yang menarik. Pada awal, penulis memberikan gambaran Korean Wave secara umum di negeri asalnya. Pada paragraf kedua, penulis berusaha untuk menyajikan dampak dari gelombang budaya ini bagi para remaja di Indonesia. Fakta yang kurang efektif ditunjukkan pada kutipan : “...walaupun orangtua juga tidak luput terkena demam Korea ini”. Kenapa? Karena yang ingin dibahas dari judul ini adalah dampaknya bagi para remaja.
Pada paragraf terakhir, harus ada solusi yang ditawarkan. Dalam beberapa paper, solusi tidak harus disajikan secara tersurat. Bisa saja penulis menyajikan solusi ini dengan mengajak pembaca berfikir dengan kalimat-kalimat tanya-retoris. Perhatikan contoh berikut : “ ... Selama ini, meunasah menjadi identitas bagi masyarakat dan oleh karenanya berbicara mengenai budaya dan peradaban masyarakat Aceh berarti berbicara mengenai Meunasah sebagai wadah proses pengembangan budaya dan sosial keagamaan masyarakat.”[Umaimah W. 2011. Peran Meunasah Sebagai Simbol Budaya Dalam Proses Komunikasi Sosial Masyarakat Aceh. Hal 142. Disajikan dalam Konferensi Komunikasi UI 2011].
Penggalan kutipan paragraf terakhir dalam karya tulis tersebut merupakan salah satu bentuk pertanyaan retoris, atau saya menyebutnya sebagai ajakan melalui pertanyaan tersirat. Karena dalam kutipan tersebut, penulis berusaha untuk meyuarakan aspirasi bahwa Meunasah sebagai pusat pengembangan budaya di Aceh. Dalam prediksi kita, secara umum Meunasah ini belum dikenal atau belum diketahui sebagai “roh” D.I. Aceh sebagai pusat budaya Timur yang sudah berperadaban maju.
Demikian ulasan mengenai trik menyusun latar belakang masalah dalam sebuah karya tulis. Dari uraian di atas, pada intinya latar belakang masalah memiliki 3 hal pokok yang harus ada yaitu : idealita, realita dan solusi pemecahan masalahnya. Pengembangannya bermacam-macam, tergantung pada ketentuan yang telah disepakatai, atau bisa juga menyesuaikan dengan gaya penulis itu sendiri. Semoga bermanfaat... ^_^

Kritik & saran bisa dialamatkan di :
Isdiyono89@gmail.com atau fb : Isdiyono Pak Guru
10 Desember 2012

No comments:

Post a Comment

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...