Belakangan ini
muncul di banyak platform tentang ujian AKM sebagai pengganti Ujian Nasional
yang secara resmi ditiadakan sejak tahun ajaran 2019/2020 lalu. Nah, di
dalamnya terdapat istilah PISA dan TIMSS sebagai dasar penyusunan soal-soal
dalam evaluasi berbentuk AKM. Kali ini, kita akan sedikit membahas tentang
PISA.
PISA merupakan
singkatan dari The Programme for
International Student Assesment
yaitu survey tiga tahunan untuk pelajar berusia 15 tahun yang menguji
sejauh mana ketercapaian kemampuan siswa dalam hal pengetahuan dan keterampilan
dasar yang berguna sebagai bekal dalam kehidupan di masyarakat. Penilaian ini berfokus
pada keterampilan membaca, matematika, sains dan inovasinya yang berguna bagi
kesuksesan anak-anak di masa depan. PISA sendiri, pada dasarnya digunakan untuk
memprediksi peran intelejensi individu dalam menyokong perekonomian sebuah
negara.
Penilaian
berbasis PISA sendiri pada awalnya digunakan oleh negara-negara yang tergabung
dalam OECD atau Organization for Economic Cooperation. OECD sendiri dibentuk
pada 16 April 1948 (dulu bernama OECC) yang dipimpin oleh Robert Marjolin dari
Prancis dengan tujuan rekonstruksi Eropa pasca Perang Dunia II dalam membantu
menjalankan Marshall Plan. Pada awalnya, anggota OECD hanya terdiri dari 30
negara partisipan saja.
Saat ini, OECD
beranggotakan 38 negara yang tersebar di benua Eropa, Asia, Australia dan
Amerika. PISA dinilai telah berhasil dalam mengukur keterkaitan antara
kurikulum di sekolah dengan tingkat perekonomian suatu bangsa. Indonesia
sendiri mulai bergabung sebagai negara partner mulai tahun 2001 atau 2 tahun
sebelum pelaksanaan evaluasi UAN yang mulai berbasis pada pengembangan
literasi.
Sumber : The OECD Programme for International Student
Assesment
Setiap 3 tahun
sekali, asesmen dilaksanakan dengan subjek kemampuan membaca, matematika dan
sains. Penekanan penilaian ini berbeda setiap 3 tahun dan berulang mulai dari
membaca (2000, 2009 dan 2018), matematika (2003 dan 2012), sains (2006 dan
2015). Penilaian ini mengukur diri siswa dengan pendekatan berb asis sikap.
Pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat
72 dari 77 negara di bawah Panama dan di atas Maroko dengan nilai SD 75 dan
skor total 371 dalam hal membaca. Pada
bidang matematika konsisten di posisi 72 dengan poin SD 79 dan skor total 379.
Pada kemampuan sains, Indonesia menempati peringkat 70 dengan nilai SD 69 dan
skor total 396. Secara umum, kemampuan siswa kita masih berada pada level. Hal
ini menandakan kemampuan anak-anak dalam hal literasi dan pengembangan pengetahuan
masih kurang.
Level kemampuan
berdasarkan skor yang diperoleh. Sumber : PISA 2018. Insight and
Interpretations. Andreas Schleicher
Menyadari hal
ini, tindakan tepat dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dengan menghapus
Ujian Nasional secara resmi pada tahun ajaran 2019/2020 bertepatan dengan
pandemi covid-19. Secara bertahap, asesmen berbasis PISA yang diwujudkan dalam
bentuk AKM mulai dilaksanakan. Setidaknya belajar dari kejadian UAN tahun 2003,
pelaksanaan AKM mulai tahun 2021 telah didahului dengan pengembangan soal-soal
berbasis HOTS dalam Kurikulum 13. Kurikulum yang berorientasi pada kemampuan
berpikir tingkat tinggi, secara bertahap telah disusun melalui pembelajaran
terintegrasi berbasis tematik.
Sehingga, mau
tidak mau jika kita ingin mengikuti perkembangan ekonomi global maka evaluasi
berbasis PISA ini perlu dikembangkan. Urgensinya jelas, dari awal hingga saat
ini negara kita masih berstatus sebagai negara berkembang dan belum bisa naik
kelas menjadi negara maju. Padahal, sumber daya alam kita lebih banyak jika
dibandingkan dengan negara maju seperti Belanda, Italia, Perancis atau Inggris.
Perbedaan sumber daya manusia tidak bisa dipungkiri berperan besar dalam
mengubah wajah perekonomian sebuah negara. Maka, tidak heran jika hal pertama
yang dilakukan Kaisar Hirohito pasca kekalahan dalam Perang Dunia II adalah
dengan merekonstruksi pendidikan dengan mengoptimalkan jumlah guru yang ada.
Karena pendidikan merupakan investasi peradaban yang tidak ternilai harganya.
No comments:
Post a Comment