Tuesday 28 February 2012

Menyambut Suara Angin

Angin, yang selalu berada dalam sajak-sajak sang penyair, telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari simbol keindahan kata. Ia ada, tetapi kita tak bisa melihatnya. Ia mengalir, sedangkan kita sendiri tak sanggup untuk mengikuti alirannya. Dan di sepanjang yang manusia ketahui, angin tak bisa kita definisikan sebagai sebuah bentuk. Bahkan, untuk melukiskannya pun tak sanggup. Hanya mampu menyimbolkannya sebagai garis-garis yang saling berkejaran.

Jika sendiri, ia tak bersuara. Barulah kalau hal lain mengikutinya, maka ia akan bergemuruh. Seluruh alam takut dibuatnya. Pepohonan dengan mudah diterbangkannya. Rumah tinggal fondasinya dan mobil-mobil simbol kekuasaan dan kesombongan itu hanya seperti mainan saja. Maka, masih pantaskah kita menyombongkan, karena bahkan kita tak mampu untuk melawan kekuatan yang tidak bisa kita lihat dengan mata kepala kita sendiri.

Masih jelas dalam ingatan ini, bagaimana pak khotib kemarin menyampaikan makna tahun baru. Tahun masehi yang terkadang lebih dinanti dengan tahun baru lainnya ini, dirayakan dengan semarak. Lihatlah, sebulan sebelum hari yang ditunggu tiba, di sepanjang jalan raya sudah berjajar para penjaja terompet. Petasan dari yang berukuran kecil sampai besar dengan mudah ditemukan. Pesta dimulai menjelang pukul 00.01.

Namun, pernahkah kita berpikir, sebenarnya apakah makna tahun baru itu? Sebelumnya, orang sah saja untuk merayakannya. Akan tetapi, kita harus tahu sedikit tentang latar belakang kenapa orang merayakan tahun baru ini. Seperti yang kita duga sebelumnya, perayaan tahun baru bukanlah tradisi Indonesia. Kalau tidak salah dari tradisi dari negeri-negeri Eropa. Bahwa bulan Desember merupakan puncak dari suhu terendah di musim dingin. Pada masa ini, mereka tidak bisa beraktivitas secara maksimal karena kondisi salju yang turun.

Kehadiran musim panas selalu dinanti-nanti. Ibarat seorang tawanan, musim dingin itu adalah ibarat seorang tawanan yang sedang menjalani hukumannya di dalam penjara. Berhari-hari ia menunggui hari kebebasannya, hari di mana ia merasa terlahir kembali. Maka, datangnya musim panas disambut dengan sangat antusias. Pesta pun dimulai.

Seperti tahun baru-tahun baru lainnya, refleksi tetap harus dilakukan untuk memperbaiki diri. Tidak harus dilakukan dengan menggelar pesta yang sedemikian meriahnya. Apalagi, bangsa kita ini sedang dirampas, dijarah habis-habisan oleh orang-orang pribumi sendiri. Masih dengan kondisi ketika VOC masih berkuasa di nusantara seratus tahun lalu: KORUPSI. Bahwa kehancuran kongsi dagang paling termashyur dalam sejarah penjajah dunia itu, harus hancur di tangan para pemiliknya sendiri. Lalu, apakah hal ini bisa kembali terjadi di negeri kita tercinta ini.

Tentu saja, saya ingin berita yang berbeda pada tahun berikut. Bahwa penjajahan terbesar itu sebenarnya bukan dari orang asing, tetapi dari dalam orang-orang kita sendiri. Seperti pesan Bung Karno pasca kemerdekaan republik ini : Saudara-saudara, kemerdekaan telah kita genggam. Akan tetapi, perjuangan belum usai. Musuh generasi berikut lebih besar, yaitu diri kalian sendiri! Yah, diri sendiri, merupakan musuh kita saat ini. Musuh yang ada, tetapi tidak terlihat, seperti angin. Berapa kali dalam setahun ini kita telah kalah terhadap diri kita sendiri? Bandingkan dengan kemenangan yang telah kita raih dalam tahun ini.

Setiap hari adalah hari yang spesial. Tergantung dari bagaimana kita berpikir tentang hal yang baik di hari ini. Kekuatan pikiran, bahkan mampu membuat Stephen Hawking tetap bisa berpikir. Meskipun, saya tidak begitu sependapat dengan berbagai macam pemikirannya. Ketika seorang sudah tak memiliki apapun lagi untuk dikalahkan, kita cenderung untuk mencari pembenaran terhadap suatu hal yang kita yakini benar. Inilah yang kita namakan egois, salah satu hal yang menjadi penyakit akut dalam diri.

Terkadang, diri ini memang egois, tak peduli pada urusan orang lain. Meskipun, terkadang juga orang tak tahu apa yang dilakukan mereka menyakitkan bagi kita. Kemauan untuk menyembunyikan pelakuan diskriminatif tanpa menampakkannya inilah yang kusebut sebagai ikhlas, ksatria tanpa tanda jasa yang sesungguhnya.

Ada banyak hal fantastis dimulai pada tahun ini. Bahwa apa yang telah menjadi tekad dan tertulis di sepucuk kertas itu, kini sudah tercapai. Hanya beberapa saja yang belum tercapai. Sungguh, keberanian untuk bermimpi telah membawa diri ini ke dalam sebuah tatanan yang membayangkannya pun tak berani. Yah, bagi seorang yang hanya berbekal semangat, apa yang telah terjadi selama tahun ini merupakan sebuah hal yang sangat luar biasa. Mengawali mimpi dan mengajak orang lain untuk berani meneguhkan mimpi-mimpinya.
Meskipun, terkadang ada dua hal yang sering dilupakan oleh mereka : mengajak lebih banyak orang dan tetap menunduk. Inilah kegagalanku, di tengah-tengah keberhasilan yang telah diraih bersama. Meskipun tidak terasa, fakta ini telah mencoreng sedikit alur kisah yang ingin kusampaikan kepada adik-adikku. Jangan lupa, bahwa keberhasilan sebuah era bukanlah ketika era yang dikuasai itu berhasil. Tetapi, ketika era setelahnya lebih berhasil lagi. Itulah keberhasilan yang kudambakan.

Hal serupa pernah kualami ketika diri ini menjadi seorang ketua OSIS di sekolah yang tidak terkenal. Akademik kupinggirkan, hanya untuk memperbaiki tatanan yang ada di dalam OSIS. Perombakan pengurus kulakukan dengan tidak pandang bulu terhadap kinerja. Roda perjalanan organisasi diperbaharui, orang-orang muda yang menjadikan OSIS sebagai tantangan direkrut. Meskipun mereka belum mengenal organisasi sebelumnya. Memang, terasa berat, tetapi hasil yang kemudian didapat memuaskan. Nilai 5,9 di dalam rapor pun menghiasi perjalanan ini.

Tahun berikutnya, kepengurusan luar biasa. Even besar digelar di tengah-tengah bukit. Seluruh personil bekerja dengan hati dan keprofesionalitasan mereka. Senyum tersungging dari bibir ini. Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika ku kembali ke sekolah penuh kenangan itu. OSIS hancur total, penyebabnya adalah tidak adanya keberlanjutan generasi, dan kepuasan terhadap kinerja diri sendiri. Terlalu bangga dengan hasil yang sedang dicapai. Tidak begitu peduli terhadap internal organisasi dalam berkarya, tetapi mengembangkan sayap tanpa mementingkan intern. Akankah ini terulang kembali? Kuharapkan kesalahan ini tidak pernah terulang kembali. Organisasi yang telah dibangun dengan pengorbanan yang tidak sedikit kali ini, tidak akan hancur kembali.

Hmm..,
Ini merupakan tahun terakhir keaktifanku di organisasi. Begitu banyak kisah sedih dan senang yang silih berganti. Sungguh sulit, mengatur organisasi yang berada dalam empat wilayah. Sulit berkumpul, padahal aku ingin sekali membagi secara adil di tempat-tempat itu. Hanya saja, kendaraan telah memaksaku untuk tidak bisa secara adil berada di kampus-kampus tersebut. Maafkan aku.
Forum diskusi kecil yang coba kuberikan sedikit semangat pun, sudah berjalan meski tertatih-tatih. Bahwa sebenarnya, diskusi akan berljalan ketika adanya dinamika pemikiran. Bukan ketika aku berada di dalamnya. Dan yang harus dipikirkan adalah ketika forum tetap berjalan meskipun penanggung jawab tak ada. Begitulah konsep sebuah organisasi yang dinamis. Bukan organisasi yang terpaku pada program-program kerja yang telah dituliskan dalam tinta hitam. Meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa yang tertulis di kertas itu harus dijalankan! Fardhu ‘ain.

Ah, resolusi tahun 2012?
Tahun baru yang akan kita jelang ini, kuberharap menjadi lebih baik. Semangat bulan Romadhon yang telah berlalu beberapa bulan yang lalu, ingin kuhidupkan kembali. Bulan-bulan biasa terasa sepi, semangat pun tak bisa semerata pada bulan Romadhon. Hanya saja, memang sulit untuk menempatkan bulan itu ke dalam bulan-bulan yang lain.

Dalam bahasan para aktivis, disetujui bahwa tahun 2012 adalah tahun kegalauan nasional. Yah, memang benar. Kegalauan untuk lulus kuliah dan menentukan prioritas yang harus didahulukan. Sebuah kondisi dilema yang membutuhkan pemikiran dan strategi perencanaan yang tepat. Bukankah hidup itu hanya sekali boy?

Target besar sudah beberapa hari menghimpit ruang sempit di dalam pikiranku. Tentang deadline target artikel, tentang kegelisahan keberlanjutan hidup, tentang target lulus kuliah dan target setelah lulus ingin melakukan apa. Sampai detik ini, belum ada satu target pun tertulis di dalam lembaran kertas. Kuharapkan, malam ini sudah tertuliskan draft target yang akan mendampingi perjalanan ini ke depan. Perjalanan yang kuharapkan lebih indah daripada sebelumnya.

Hoahem, penampilan tari angkatan 2008 kali ini cukup bagus. Butuh perjuangan yang keras dan waktu yang tidak sedikit untuk menampilkan hasil yang terbaik. Uang yang berhamburan, tidak perlulah untuk dihitung jika dibandingkan dengan hasil yang diterima. Kali ini, aku hanyalah sebagai pelengkap penderitaan semata. Tidak mampu berperan secara maksimal. Sehingga, tidak heran kalau senyum di bibir, pening di kepala langsung saja menghilang ketika penampilan sudah ditunjukkan. Maafkan aku, dan mungkin ada banyak permintaan maaf yang harus kusampaikan kembali.

Melalui tulisan yang acakadut ini, kuharapkan bisa untuk memperbaiki diri dan sekaligus melepaskan diri dari segala kepeningan yang telah selama ini membelengguku. Bismillah…

Catatan yang belum selesai...



No comments:

Post a Comment

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...