Moratorium yang
diputuskan oleh Mendagri sejak tahun 2010 telah dicabut per 2013 ini. Artinya,
berbagai lembaga pemerintahan pun membuka peluang putra-putri bangsa terbaik
untuk memperebutkan kursi yang tersedia. Penumpukan lulusan sarjana selama tiga
tahun terakhir, tentu membuat persaingan memperebutkan kursi cpns sangat ketat.
Di beberapa tempat, bahkan telah dilaksanakan sistem ujian berbasis elektronik
yang diklaim dapat meningkatkan kredibilitas hasil ujian. Di tempat lain, masih
mempertahankan seleksi tradisional secara manual yang ujiannya serentak
dilaksanakan pada tanggal 3 november.
Sebagus-bagus
sistem tetap saja memiliki kekurangan, termasuk dalam seleksi cpns ini. Proses
seleksi yang cukup panjang dengan jarak ujian dan pengumuman kelulusan tentu
menjadikan masyarakat was-was dengan isu-isu KKN. Di sisi lain, panitia akan
kesulitan jika waktunya dipersingkat. Pada akhirnya, para peserta seleksi awam
pun tak terlalu memikirkan permasalahan ini karena telah sibuk dengan persiapan
ujian.
Sebagai bagian
dari reformasi birokrasi, pembaruan sistem seleksi yang mulai dirintis ini
perlu mendapatkan apresiasi. Pasalnya, seleksi tidak hanya masalah memilih 1
dari 2 calon pelamar. Bisa jadi, seleksi melayani sedikit kebutuhan formasi
dengan jumlah pendaftar melebihi kuota. Sehingga, setiap peserta harus mampu
mengalahkan sekitar 50-100 peserta lain untuk duduk nyaman di formasi yang
telah disediakan.
Idealnya,
keberhasilan reformasi birokrasi dan keakuratan sistem seleksi bisa dilihat
setelah beberapa tahun setelahnya. Bagaimana seorang pns yang telah diseleksi
itu tetap menunjukkan konsistensi, tanggung jawab dan semangatnya untuk terus
belajar. Pasalnya, selama ini pns identik dengan para koruptor berseragam kuning
yang tak tercium penegak hukum. Bolos hari kerja, keluyuran, tidak masuk hari
awal kerja hingga kasus-kasus lain telah lekat dengan pekerjaan seorang pns.
Bahkan, anak kecil pun tahu bahwa bekerja atau tidak bekerja pun mereka tetap
mendapatkan gaji dari negara.
Tentu hal ini
menjadi preseden buruk bagi masyarakat ketika budaya ‘malas’ ini terus saja
menjangkiti para pns kita yang telah dibayar dan disumpah untuk melayani
masyarakat. Reformasi tidak akan bisa dikatakan berhasil tatkala kinerja dalam
hitungan angka bisa dikalkulasi sedangkan moral tetap tidak sesuai. Maka,
persiapan dalam ‘melatih’, ‘membimbing’ dan ‘mengawasi’ pns sudah menjadi
kewenangan pemerintah dalam mengatur rumah tangganya. Ibarat keluarga,
pemerintah wajib untuk membesarkan dan memberikan bekal moral bagi pns sebagai
anak emas.
Sudah saatnya
seleksi cpns ini digunakan sebagai ajang persiapan dalam menyaring cpns-cpns
berdedikasi tinggi, konsisten, memiliki kompetensi yang akurat dan memiliki
rasa tanggung jawab terhadap tugasnya. Kalau kata iklan, “pandangan pertama
begitu menggoda, selanjutnya terserah anda.” Sanksi dan reward bagi para cpns
harus ditegaskan sedini mungkin dalam meningkatkan kredibilitas cpns sebagai
abdi negara. Karena mereka adalah cermin baik-buruk sebuah institusi.
Tanggung jawab
terhadap profesi yang melekat di seluruh hidupnya, harus dipegang erat dan
dilaksanakan. Karena sampai saat ini pun, masyarakat masih ‘menghormati’
profesi pns sebagai ‘kebanggaan’ masyarakat. Sehingga, tidak benar jika
kemudian citra negatif pns justru menciderai institusi pemerintahan secara
umum. Sudah bosan masyarakat melihat dan mendengar kelakuan pns yang tidak
terhormat. Ini adalahmomentum citra positif
pns mengemuka dan menjadi pemandangan yang umum dalam masyarakat.
Sehingga, moratorium
yang telah dicabut ini bisa memberikan dampak yang berarti dalam perbaikan
kinerja cpns kita. Jangan sampai ada gayus-gayus baru yang merusak citra
tatanan pemerintahan. Bahwa menjadi cpns pada hakikatnya adalah sebuah
pengabdian. Jika niatnya mencari uang, saya kira menjadi pengusaha lebih
menjanjikan. Sehingga, profesi cpns yang dianggap ‘basah’ ini tidak lagi
kemudian ‘dibisniskan’. Reformasi birokrasi harus didukung oleh semua pihak
dalam masyarakat. Sehingga, kita bisa bersama membangun pemerintahan yang
bersih, sehat dan mengayomi. Semoga.
Termuat di Koran Merapi penghujung Oktober (31/10)
No comments:
Post a Comment