Monday 25 November 2013

Guru yang Belajar dari Murid

Guru dalam kitab-kitab Hindu dituliskan sebagai seorang pembagi ilmu atau pemandu spiritual murid-muridnya. Seiring dengan perkembangan zaman, istilah guru menyempit menjadi seorang yang mengajar di lembaga formal. Dengan ilmu mendalam yang dipelajari, maka guru pada saat ini lebih banyak perannya sebagai sebuahi profesi daripada panggilan jiwa. Sehingga, tidak heran jika banyak guru mengeluh ketika imbalan yang diterima dirasa kurang sesuai dengan pengabdiannya.
Terlepas dari hak dan kewajiban dari guru, ada beberapa hal yang perlu kembali dipahami oleh para guru. Bahwa pada hakikatnya, seseorang bias mengajarkan kepada orang lain karena ia sudah terlebih dulu belajar dan membaca. Usia dan pengalaman, memang sudah sepantasnya membuat seorang guru lebih tahu dari muridnya. Tahu bukan berarti lebih pandai, karena bisa jadi muridnya lebih pandai daripada yang mengajarkannya.
Tidak sedikit contoh seorang murid lebih pandai pada bidang-bidang tertntu daripada muridnya. Perkembangan kepandaian seorang murid, setidaknya ditentukan oleh tiga hal yaitu kemauan anak, dukungan orang tua dan bimbingan dari guru. Tidak mungkin seorang murid akan menjadi cerdas jika salah satu dari 3 syarat tersebut tidak terpenuhi.
Kemauan anak merupakan hal awal yang harus dimiliki setiap individu dalam bersaing. Target dan kesadaran diri sendiri untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu adalah pembeda antara anak satu dengan yang lain. Tingkat kesadaran yang berkaitan dengan kedewasaan, bisa lekas muncul ketika terdapat arahan dan dukungan orang tua. Sehingga, si anak bisa mandiri dan sedikit demi sedikit meningkatkan level si anak. Guru sebagai pendidik, memiliki tugas yang penting dalam membentuk pola piker anak. Frekuensi pertemuan yang tinggi, sangat memungkinka terjadinya hal tersebut.
Sebagai seorang pembimbing di bidang-bidang yang khusus, seorang guru memiliki tanggung jawab dalam memahami keingintahuan anak. Hal inilah yang di beberapa kasus tidak diperhatikan oleh guru. Begitu pentingnya memahami dan memfasilitasi keinginan anak, maka seorang guru harus belajar dari tokoh-tokoh hebat yang ‘diusir’ dari sistem persekolahan. Misalnya Edison, Einstein hingga Tetsuko Kuroyanagi alias Totto-chan. Terkadang, bukan salah si anak jika mereka menjadi bodoh di sekolah. Bisa jadi karena gurunya yang kurang memahami.
Sebagai seorang pendidik, keinginan untuk selalu belajar mutlak dimiliki dan dikembangkan. Tanpa adanya keinginan untuk selalu belajar, pendidikan ibarat naik sepeda motor tanpa tahu kebutuhan bensin berapa, kapan harus ganti oli, kapan harus diservis dan kebutuhan lainnya. Tanpa keinginan menginspeksi ‘kendaraan’, bisa jadi seorang pengendara akan mengalami mogok di tengah jalan. Syukur jika mogok di kawasan dengan bengkel banyak. Jika di tengah sabana atau di tengah hutan, apa yang akan terjadi?
Maka, belajar harus menjadi kebutuhan yang melekat di dalam pandangan guru. Termasuk belajar kepada muridnya sendiri. Seorang guru professional, tidak bisa memenuhi 4 kompetensi diri yakni kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian dan sosial tanpa adanya murid. Murid membuat ilmu yang telah didapat oleh guru menjadi sangat bermanfaat. Karakter anak yang berbeda dari waktu ke waktu secara tidak disadari telah memupuk kemampuan analisa kebutuhan siswa.
Kepolosan dalam berbicara dan berceloteh, terkadang sangat penting dan berguna dalam memaknai hidup dan perkembangan si anak. Karena kejujuran anak, tidak selalu didapatkan dari orang-orang dewasa. Belajar kepolosan, berarti belajar tentang kejujuran dan tanggung jawab. Tugas seorang guru dalam hal ini adalah menjaga dan mengembangkan sikap-sikap positif. Jangan sampai seorang guru memutus perkembangan pemikiran anak dengan teriakan, makian dan cacian. Karena anak akan merekam setiap apa yang diucapkan guru.
Pesan dari Nabi tentu membenarkan bahwa belajar dari murid pun sangat dilakukan oleh seorang guru, “dengarkan apa yang diucapkan, tapi jangan lihat siapa yang mengucapkannya.” Begitu indah, jika seorang guru mampu belajar dari murid ketika sedang berada di sampingnya. Karena guru merupakan subtitusi orang tua dalam lembaga yang formal maupun non-formal. Jangan sampai guru malu belajar dari murid, guru pembelajar selalu optimis terhadap tantangan-tantangan. Karena dari tangan merekalah, para ahli dibentuk menjadi profesional. Selamat hari guru.
Isdiyono, Alumnus Fakultas Ilmu Pendidikan UNY

No comments:

Post a Comment

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...