Adanya sistem pasar
bebas yang disepakati oleh beberapa negara, misalnya ASEAN memiliki dampak yang
besar bagi perekonomian di kawasan tersebut. Sistem ini memberikan kemudahan
keluar-masuk barang komoditi ekspor dengan meniadakan bea masuk. Sehingga,
biaya sirkulasi produksi dan distribusi barang pun bisa lebih bergairah.
Peluang ini, seyogyanya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dalam membangun pasar
produksi yang lebih luas.
Idealnya, peluang ini
bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para pebisnis. Setiap
orang di negeri ini, memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan
usahanya. Akan tetapi, peluang tersebut belum bisa dirasakan oleh semua pelaku
bisnis di tanah air utamanya para pelaku bisnis mikro.
Minimnya modal, menjadi
salah satu penghambat pengembangan para pengusaha mikro yang sebenarnya pada
saat ini sudah menggeliat. Menggeliatnya bisnis mikro ini bisa kita jumpai di
tepi-tepi jalan. Misal bisnis gorengan, stiker, warung makan hingga
kerajinan-kerajinan tangan yang kreatif.
Akan tetapi, keberadaan
mereka sebenarnya dalam kondisi yang terjepit dan terancam. Pertama, ancaman
datang dari toko-toko modern berlabel minimarket yang mulai menjamur. Bahkan,
aturan pendirian toko modern 1 km dari pasar tradisional pun saat ini mulai
dilanggar. Orang cenderung beralih ke toko-toko modern karena permasalahan
harga dan gengsi.
Pangsa pasar yang
jelas, dagangan yang tahan lama dan sistem pengelolaan toko yang bagus, membuat
para pelaku bisnis kecil semakin tersudut. Minimnya pendidikan mempengaruhi
pengetahuan dan pengembangan pemikiran analitis dalam menjawab kebutuhan pasar.
Untuk berhitung saja susah, apalagi berbicara tentang manajemen bisnis.
Di samping desakan dari
toko-toko modern, para pengusaha mikro juga semakin sulit untuk bernapas
terkait modal yang tak memungkinkan. Usaha yang dipandang kurang potensial,
terkadang membuat bank atau lembaga-lembaga kreditur kurang percaya terhadap
mereka. Akhirnya, mereka tidak mampu bersaing dengan para pelaku bisnis makro
dalam mengembangkan usahanya.
Jika kondisi demikian
tidak segera disiasati oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan, maka tinggal
menunggu waktu saja kematian usaha mereka. Karena dengan semakin banyak
masyarakat beralih pada pengusaha-pengusaha makro, maka daya serap masyarakat
terhadap produk mikro pun akan menurun. Modal yang dimiliki, tidak akan sanggup
untuk menutup pengeluaran tetap dalam kondisi tak ada pendapatan.
Berangkat dari
pemikiran ini, maka perlu kiranya pemerintah turun tangan dalam menarik kembali
semangat para pelaku usaha mikro untuk bangkit. Adanya kebersamaan dengan
pemerintah secara intensif, akan meningkatkan rasa aman dalam mengembangkan
usaha. Sehingga, mereka tidak lagi berpikir tentang bagaimana cara untuk
menutup pengeluaran. Tetapi, sudah pada hitung-hitungan keuntungan maksimal.
Jika grafik pertumbuhan
usaha mikro ini berjalan stabil maka dengan sendirinya para pemodal (bank) pun
tidak merasa keberatan untuk bekerja sama. Karena pihak bank tentu saja tidak
ingin berjudi dengan hitung minimal mereka tentang perputaran modal usaha.
Ketika perekonomian mikro berjalan stabil, bukan tidak mungkin kucuran modal
akan semakin dipermudah.
Pengembangan usaha
mikro sangat urgen dilaksanakan, mengingat posisi sebagian besar masyarakat Indonesia
berada pada tingkat menengah ke bawah. Ketika golongan menengah ke bawah ini
dapat berkembang, bisa jadi pertumbuhan kesejahteraan nasional tidak didominasi
oleh golongan masyarakat mapan saja. Sehingga, jurang kesenjangan ekonomi yang
telah mengakibatkan banyak kekisruhan ini bisa segera berakhir. Karena pada
dasarnya, perekonomian nasional yang bagus adalah yang menguntungkan semua
pihak. Tidak hanya para pelaku usaha makro semata.
Pasar bebas yang kini
mulai diterapkan, bisa dijadikan standar dalam pengembangan UKM mikro.
Kombinasi raksasa UKM dengan ekspansi UKM mikro yang terus meningkat, tentu
akan meningkatkan kualitas ekonomi Indonesia di mata dunia. Tinggal, bagaimana
pemerintah dan UKM mikro berkolaborasi membangun sinergi dalam mengembangkan
usahanya.
Isdiyono,
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas
Negeri Yogyakarta
No comments:
Post a Comment