Dalam pembelajaran di kelas, seorang
siswa tidak bisa terlepas dari aktivitas empat keterampilan berbahasa yaitu
kegiatan menyimak, berbicara, membaca kemudian menulis (Depdiknas, 2006:23 ).
Dengan empat keterampilan ini, anak bisa menyerap sebuah informasi, mengolah, disesuaikan dengan
pengetahuan yang sudah baru dan menjadi sebuah pengetahuan baru. Pada awal
sekolah, keempat keterampilan ini dibutuhkan oleh anak dalam menentukan pola
belajarnya.
Salah satu hal yang sering dialami oleh
anak pada kelas tinggi adalah disleksia, yaitu kesulitan dalam aktivitas
membaca. Disleksia mempengaruhi kemampuan seseorang untuk belajar, mengolah,
dan mengerti suatu informasi dengan baik. Sehingga, memiliki potensi dalam
menghambat penyerapan ilmu pengetahuan dan konsep baru yang diterima oleh anak.
Secara khusus Rustinah (2009), anak yang mengalami problem disleksia mempunyai
kesulitan mengenali dan mengartikan suatu kata, mengerti isi suatu bacaan, dan
mengenali bunyi.
Kesulitan dalam membaca ini, oleh
sebagian guru sekolah dasar kurang diperhatikan. Guru terlalu banyak
mengurusi siswa dalam satu kelas, sehingga perhatian terhadap mereka yang memiliki problem disleksia berkurang.
Hal ini banyak terjadi di sekolah-sekolah reguler. Kurangnya kemampuan guru dan
keengganan untuk membantu anak yang mengalami disleksia secara intens, membuat
kemampuan mereka dalam menyerap materi tertinggal jauh dengan teman-temannya.
Salah satu cara untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan meningkatkan aktivitas membaca
pemahaman dalam pembelajaran. Membaca pemahaman akan memberikan latihan secara
bertahap dan terus-menerus bagi anak untuk belajar mengeja, membaca kemudian
memahami. Setelah bisa memahami, anak bisa belajar menulis dengan baik.
Salah satu teknik yang bisa
memfasilitasi anak untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulisnya adalah
melalui teknik belajar Direct Reading-Thinking Activities (DRTA). Secara
umum, teknik ini terdiri dari tiga tahapan yaitu kegiatan pra-baca, saat baca
dan pasca-baca.
Kegiatan pra-baca adalah pengelompokan
anak ke dalam kelompok kecil 2-3
orang. Pengelompokan tidak dilakukan dengan cara konvensional, misalnya saja
dengan berhitung dan mendapatkan kelompok yang sama, membentuk kelompok bebas
dengan waktu yang terbatas dan dengan variasi lain. Kegiatan saat baca, anak
membaca dalam hati kemudian mencocokkannya dengan temannya. Kegiatan pasca baca
memberikan kesempatan bagi anak untuk menyimpulkan materi dan melakukan
evaluasi terhadap ketercapaian belajarnya.
Sehingga, teknik belajar Direct
Reading-Thinking Activities (DRTA) tidak hanya melatih siswa dalam
meningkatkan kemampuan baca-tulisnya saja. Teknik ini memiliki keunggulan dalam
meningkatkan pemahaman anak terhadap materi pembelajaran. Dengan demikian,
problem disleksia bisa diatasi tanpa menambah jam atau pun repot guru.
Dalam aplikasi terhadap sejumlah siswa
yang mengalami disleksia, teknik ini mampu meningkatkan kemampuan membaca anak
hingga 60% pada tahap awal. Dengan pengembangan lebih lanjut, teknik ini bisa
diterapkan dalam berbagai mata pelajaran yang menggunakan bacaan. Bahkan, bisa
diterapkan dalam meningkatkan pemahaman membaca siswa dalam memahami
kalimat-kalimat matematika.
Isdiyono,
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas
Negeri Yogyakarta
No comments:
Post a Comment