Kita
percaya, jika salah satu cara untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat adalah
dengan tingkat besarnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Semakin tinggi
pendidikan yang mampu dicapai, maka terbuka peluang lebar dalam mengembangkan
masyarakat ke arah yang lebih baik. Karena masyarakat yang kuat, dipengaruhi
oleh kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya.
Dalam
pandangan umum, pendidikan pada dasarnya tidak dilihat dari seberapa hasil yang
dicapai. Tetapi, dapat dilihat bagaimana praktik pendidikan dapat terus
berlanjut dan berkesinambungan. Hanya saja, masyarakat sudah terlanjur akrab
dengan analogi pendidikan yang bagus itu adalah yang mampu menelurkan
siswa-siswa dengan nilai tinggi.
Nilai
memang salah satu hal yang penting dan dapat dilihat langsung sebagai put put
pendidikan. Karena nilai merupakan salah satu bentuk konkrit proses pendidikan
yang telah dilaksanakan. Akan tetapi, keberhasilan pendidikan dalam
menyelenggarakan aktivitasnya juga dipengaruhi oleh pendalaman keyakinan siswa,
sikap yang tercermin dalam perilaku dan mampu berpikir kreatif dan inovatif
sesuai keterampilan yang dimiliki.
Nah,
untuk mencapai level pendidikan yang setinggi-tingginya diperlukan pondasi yang
kuat. Karena jika tanpa dilandasi oleh pondasi yang kuat, hanya akan mampu
menghasilkan siswa-siswa pintar tetapi tanpa motivasi berinovasi. Dalam
praktiknya, kejadian-kejadian pragmatis seperti mencontek, menyuap hingga
intimidasi sering menghiasi dunia pendidikan kita. Maka, sudah saatnya praktik
pendidikan kita diperbaiki.
Salah
satu cara perbaikan pendidikan kita adalah dengan mengembangkan praktik
pendidikan sejak usia dini. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), memiliki peran
penting dalam mempersiapkan anak-anak dalam tahap bermain untuk mempersiapkan
diri ke dalam komunitas pembelajaran. Bisa dikatakan, pelaksanaan PAUD
merupakan upaya untuk menyadarkan pada anak bahwa pendidikan pun bisa
dilaksanakan dengan bermain.
Konsep
bermain sambil belajar ini, akan merangsang dan membiasakan anak untuk berpikir
menggunakan logikanya. Tentu saja, aktivitas berpikirnya harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Karena jika anak mendapatkan
materi yang terlalu banyak, maka pada 2 atau 3 tahun setelah masuk jenjang
pendidikan dasar mereka akan mengalami kebosanan. Hal inilah yang seringkali
terjadi dalam pembelajaran di kelas.
Kalau
perbaikan konsep pembelajaran dilakukan ketika anak sudah memiliki pandangannya
tentang pembelajaran, maka akan sulit mengubahnya. Karena dalam pemikiran
mereka, sudah lebih dulu melekat pendidikan yang membosankan, tidak bermanfaat
dan disajikan dalam bentuk yang tidak menarik. Jika guru tidak mengetahui hal
ini, akibatnya anak-anak yang mengalami kebosanan ini sering dianggap sebagai
anak yang bodoh dan mengganggu.
Padahal,
sebenarnya mereka membutuhkan pendampingan yang sedikit khusus. Bukan berarti
harus disendirikan, tetapi bagaimana seorang guru mampu mengendalikan perilaku
mereka tanpa merusak aktivitas pembelajaran di kelas. Untuk guru yang memiliki
kemampuan menganalisis dan memiliki kepedulian dalam menyajikan pembelajaran
yang menarik tidak ada masalah. Permasalahannya adalah fakta bahwa tidak semua
guru mau dan peduli terhadap permasalahan demikian.
Kepedulian
pemerintah dalam permasalahan ini dengan pengembangan PAUD di setiap desa,
patut mendapatkan apresiasi. Dengan program-program yang langsung dilaksanakan
di bawah, memperluas cakupan PAUD untuk masyarakat. Gelontoran bantuan-bantuan
dari pemerintah maupun pihak asing dalam mendirikan dan mengembangkan PAUD,
turu meningkatkan persepsi masyarakat terhadap pentingnya pendidikan sejak dini
untuk anak-anak mereka.
Akan
tetapi, tidak selamanya masyarakat dininabobokkan oleh fasilitas-fasilitas yang
disediakan. Karena pada dasarnya, pengembangan PAUD dari segi fisik maupun
non-fisik hanyalah bersifat sementara. Sedangkan kesinambungan dan
keberlanjutan aktivitas pendidikannya bergantung dari kepercayaan dan
kepedulian masyarakat terhadapnya. Karena kepedulian masyarakat, PAUD tidak
akan memiliki makna dalam pendidikan di masyarakat.
Bahwa
praktik pendidikan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari peran masyarakat
itu sendiri. Karena dari pendidikan inilah maka akan muncul perilaku dari
generasi penerus. Ketika perilaku-perilaku baik itu muncul, maka akan
mempengaruhi perbaikan masyarakat pada masa-masa mendatang. Karena dari
perilaku setiap anggota masyarakat inilah, budaya akan dibentuk dan akan terus
mengalami berbagai macam perbaikan.
Nah,
sudah saatnya masyarakat memiliki peran yang penting dalam pengembangan
pendidikan untuk anak sejak usia dini. Tidak perlu menunggu program-program
dari pemerintah, tetapi bagaimana masyarakat dapat merespon kebutuhan ini.
Ketika masyarakat peduli dan tergerak untuk menyediakan pendidikan ini, maka
dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang murah dan
berkualitas. Karena perbaikan sistem pendidikan, dapat dimulai dari peran dan
kepedulian masyarakat.
Isdiyono,
Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas
Negeri Yogyakarta
Tulisan ini termuat di SKH Koran Merapi edisi 11 Juni 2012
No comments:
Post a Comment