Anak-anak, sebuah masa
yang indah dan penuh dengan bunga-bunga mimpi. Di sinilah kehidupan yang keras
bermula. Hanya anak-anaklah yang memiliki cita-cita, semangat mencapai
cita-cita dan berjuang untuk meraihnya. Orang tua sudah bukan waktunya lagi
bermimpi tetapi memberikan pengalamannya kepada anak-anak mereka. Sehingga,
regenerasi dan semangat pembaharuan Indonesia bisa berjalan sesuai dengan apa
yang kita harapkan bersama-sama.
Memang benar, anak-anak zaman sekarang
memiliki kesibukan yang tidak bisa dibayangkan dapat dilakukan pada zaman
dahulu. Sekolah, secara structural telah menyusun manusia modern dalam sebuah
tatanan yang sudah diatur sebelumnya. Di sinilah sebenarnya para pekerja itu,
dibentuk dan dididik. Kenapa pekerja, karena memang orientasi yang ada selama
ini masih saja dirumuskan dengan angka yang canggih-canggih.
Di rumah, sebagian
sudah terjebak pada rutinitas les baik yang berkaitan dengan minat-bakat
ataupun les-les formal bertema kognitif. Jika anak tidak juga bisa mengikuti
pembelajaran seperti teman-teman yang lainnya, ada tindakan tersendiri oleh
para orang dewasa. Belum sempat bermain, mereka sudah disuruh tidur untuk
kembali belajar pada malam hari untuk mempersiapkan esok hari di sekolah.
Begitu singkat cerita
seorang anak dalam satu hari, ketika orang tuanya pergi mencari nafkah. Dalam
bahasan ini, jelas terlihat nafkah yang dimaksud adalah nafkah lahir berupa
materi. Padahal, terkadang anak lebih membutuhkan perhatian orang tuanya
daripada hal-hal yang dianggap menarik untuknya. Banyak orang tua yang focus
mencari materi untuk menyenangkan anaknya. Padahal, bagi anak bahagia itu
amatlah sederhana. Bisa bertatap muka dan berbincang sama tinggi itu sudah
merupakan sikap penghargaan yang luar biasa.
Bahkan, dalam tradisi
Jawa yang saat ini hanya bisa kita jumpai di film-film, dicontohkan bahwa makan
bersama di waktu mau bepergian itu merupakan sebuah kebiasaan. Di sinilah
sebenarnya saat-saat yang diperlukan bagi anak untuk berceloteh, belajar
berbicara dan mengungkapkan perasaannya secara santun. Anak-anak yang sopan
saat ini sangat dirindukan.
Fenomena umum yang
terjadi di sekolah, ada degradasi penggunaan bahasa. Enggan memakai Bahasa
Indonesia, tetapi enggan pula memakai bahasa Jawa sebagaimana mestinya.
Akhirnya, yang terjadi di sekolah adalah siswa mengajak bicara guru menggunakan
bahasa ketika mereka bermain bersama teman-temannya.
Sopan santun yang
menjadi ciri khas bangsa Indonesia, kini hanya tinggal kenangan dan
coretan-coretan singkat di buku muatan lokal. Guru kesulitan dalam mengajak
siswa mempelajari bahasanya sendiri dengan seksama. Nampaknya, pengaruh
ketidakpedulian orang tua sudah sedemikian parahnya. Anak akan lebih sangat
antusias membicarakan apa yang hari kemarin atau tadi malam mereka saksikan di
televisi. Seolah, memang mereka tidak memiliki waktu sedikit untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitar dan masyarakatnya.
Jika kondisi demikian
terus berlanjut, bisa-bisa negeri ini akan berubah ideologinya dari demokrasi
Pancasila menjadi demokrasi liberal. Orang melakukan apa-apa yang disenanginya
dengan payung hukum. Seolah hukum itu kekal dan akan melindungi diri kita dari
berbagai macam permasalahan. Tidak,
sekali-kali tidak. Karena pada hakikatnya hukum dibentuk sebagai dasar melaksanakan
prosedur dan kebijakan yang sangat mendesak.
Karena orang tua sibuk
bekerja, anak dengan mudah akan menyebutkan ancaman dengan menggunakan nama
besar orang tuanya ketika dijahili oleh temannya. Siapa berani sama saya? Bapak saya Polisi lho, mau ditembak?
Artinya, peran orang tua tidak lebih dari sekedar pelindung melakukan bibit
tindakan yang tidak terpuji. Bisa dibayangkan apa jadinya jika mereka besar
nanti.
Kita tentu saja tidak
ingin melahirkan generasi-generasi lemah yang mengandalkan kejayaan orang tua,
kejayaan masa lalu. Bukan salah anak jika kemudian mereka tidak mengenal sopan
santun, tata karma, saling menghormati, berbesar hati dan sikap-sikap positif
lainnya. Ini adalah tugas orang tua dalam membentuk keluarga-keluarga kecil nan
tangguh.
Termuat di Koran Merapi edisi 27 Juni 2014
Isdiyono
S.Pd. GTT SD N Jomblang 1
Berbah,
Sleman Yogyakarta