Friday 20 June 2014

(Tidak) Lupa Keluarga


Anak-anak, sebuah masa yang indah dan penuh dengan bunga-bunga mimpi. Di sinilah kehidupan yang keras bermula. Hanya anak-anaklah yang memiliki cita-cita, semangat mencapai cita-cita dan berjuang untuk meraihnya. Orang tua sudah bukan waktunya lagi bermimpi tetapi memberikan pengalamannya kepada anak-anak mereka. Sehingga, regenerasi dan semangat pembaharuan Indonesia bisa berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama-sama.

 Memang benar, anak-anak zaman sekarang memiliki kesibukan yang tidak bisa dibayangkan dapat dilakukan pada zaman dahulu. Sekolah, secara structural telah menyusun manusia modern dalam sebuah tatanan yang sudah diatur sebelumnya. Di sinilah sebenarnya para pekerja itu, dibentuk dan dididik. Kenapa pekerja, karena memang orientasi yang ada selama ini masih saja dirumuskan dengan angka yang canggih-canggih.

Di rumah, sebagian sudah terjebak pada rutinitas les baik yang berkaitan dengan minat-bakat ataupun les-les formal bertema kognitif. Jika anak tidak juga bisa mengikuti pembelajaran seperti teman-teman yang lainnya, ada tindakan tersendiri oleh para orang dewasa. Belum sempat bermain, mereka sudah disuruh tidur untuk kembali belajar pada malam hari untuk mempersiapkan esok hari di sekolah.

Begitu singkat cerita seorang anak dalam satu hari, ketika orang tuanya pergi mencari nafkah. Dalam bahasan ini, jelas terlihat nafkah yang dimaksud adalah nafkah lahir berupa materi. Padahal, terkadang anak lebih membutuhkan perhatian orang tuanya daripada hal-hal yang dianggap menarik untuknya. Banyak orang tua yang focus mencari materi untuk menyenangkan anaknya. Padahal, bagi anak bahagia itu amatlah sederhana. Bisa bertatap muka dan berbincang sama tinggi itu sudah merupakan sikap penghargaan yang luar biasa. 

Bahkan, dalam tradisi Jawa yang saat ini hanya bisa kita jumpai di film-film, dicontohkan bahwa makan bersama di waktu mau bepergian itu merupakan sebuah kebiasaan. Di sinilah sebenarnya saat-saat yang diperlukan bagi anak untuk berceloteh, belajar berbicara dan mengungkapkan perasaannya secara santun. Anak-anak yang sopan saat ini sangat dirindukan. 

Fenomena umum yang terjadi di sekolah, ada degradasi penggunaan bahasa. Enggan memakai Bahasa Indonesia, tetapi enggan pula memakai bahasa Jawa sebagaimana mestinya. Akhirnya, yang terjadi di sekolah adalah siswa mengajak bicara guru menggunakan bahasa ketika mereka bermain bersama teman-temannya.


Sopan santun yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, kini hanya tinggal kenangan dan coretan-coretan singkat di buku muatan lokal. Guru kesulitan dalam mengajak siswa mempelajari bahasanya sendiri dengan seksama. Nampaknya, pengaruh ketidakpedulian orang tua sudah sedemikian parahnya. Anak akan lebih sangat antusias membicarakan apa yang hari kemarin atau tadi malam mereka saksikan di televisi. Seolah, memang mereka tidak memiliki waktu sedikit untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan masyarakatnya. 

Jika kondisi demikian terus berlanjut, bisa-bisa negeri ini akan berubah ideologinya dari demokrasi Pancasila menjadi demokrasi liberal. Orang melakukan apa-apa yang disenanginya dengan payung hukum. Seolah hukum itu kekal dan akan melindungi diri kita dari berbagai macam  permasalahan. Tidak, sekali-kali tidak. Karena pada hakikatnya hukum dibentuk sebagai dasar melaksanakan prosedur dan kebijakan yang sangat mendesak.

Karena orang tua sibuk bekerja, anak dengan mudah akan menyebutkan ancaman dengan menggunakan nama besar orang tuanya ketika dijahili oleh temannya. Siapa berani sama saya? Bapak saya Polisi lho, mau ditembak? Artinya, peran orang tua tidak lebih dari sekedar pelindung melakukan bibit tindakan yang tidak terpuji. Bisa dibayangkan apa jadinya jika mereka besar nanti.

Kita tentu saja tidak ingin melahirkan generasi-generasi lemah yang mengandalkan kejayaan orang tua, kejayaan masa lalu. Bukan salah anak jika kemudian mereka tidak mengenal sopan santun, tata karma, saling menghormati, berbesar hati dan sikap-sikap positif lainnya. Ini adalah tugas orang tua dalam membentuk keluarga-keluarga kecil nan tangguh. 
Termuat di Koran Merapi edisi 27 Juni 2014

Isdiyono S.Pd. GTT SD N Jomblang 1
Berbah, Sleman Yogyakarta

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...