Monday 8 April 2013

Kunjungan DPR dan Pengembangan Daerah Otonomi Khusus


Negeri kita tercinta ini sedang dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan, yakni terancam menjadi negara gagal. Hal ini sebagai akibat dari semakin banyaknya perilaku asli para anggota dewan sebagai lembaga legislatif yang “menyelewengkan” kekuasaannya. Sehingga, tidak mengherankan jika angka Golput dalam pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan umum semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seharusnya, ini menjadi catatan yang penting bagi anggota-anggota DPR untuk intropeksi diri.
Belum sampai kembali percaya kepada para anggota dewan, publik kembali digemaskan dengan anggaran kunjungan ke luar negeri yang mencapai 23 triliun rupiah pada tahun 2012 ini. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari jumlah dana yang dianggarkan untuk kepentingan Daerah Otonomi Khusus (DOK) yang hanya mencapai angka 13,2 triliun rupiah untuk 4 Provinsi. Rinciannya, Aceh mendapatkan sebesar 6,3 triliun rupiah, Provinsi Papua sebesar 4,3 triliun rupiah dan Provinsi Papua Barat 1,8 triliun ruiah plus i triliun untuk pengembangan infrastruktur (detik, 20/08). Jika ditambah dengan anggaran DIY setelah disahkan UU Keistimewaan pun hanya bertambah sekitar 1 triliun rupiah saja.
Beberapa kunjungan DPR ke beberapa negara bahkan disanksikan kebermanfaatannya, meskipun tidak semua. Karena pada dasarnya, kebijakan-kebijakan yang ada di negara lain tidak bisa begitu saja dicontoh. Atau, malah dijadikan sebagai pembenaran atas pemikiran tentang kebijakan yang akan diterapkan di negara kita. Karena ketidakproporsionalan antara kepentingan yang urgen dan tidak penting, harus dipilah agar tidak semakin membuat rakyat geram.
Jika proporsi ini tidak segera diperbaharui, kita perlu khawatir bahwa rencana percepatan pembangunan daerah-daerah terdepan dan terluar dari negara kita ini akan terbengkalai. Sebagai contoh pengembangan percepatan daerah ini adalah dengan revitalisasi perbatasan-perbatasan Indonesia yang berada di darat. Karena sangat lucu ketika perbatasan Kalimantan-Malaysia yang membutuhkan dana sekitar 200 miliar rupiah tak juga disetujui. Bandingkan dengan rencana pembangunan jembatan selat sunda yang mencapai 250 triliun berdasar rincian Bappenas dan pihak swasta.
Keutuhan NKRI seharusnya mendapatkan prioritas yang lebih sebelum menjalin hubungan dalam kebijakan pembangunan. Karena dengan pemerataan pembangunan, maka kemajuan ekonomi mikro maupun makro dapat berkembang seiring dan sejalan. Dari perbandingan dua anggaran (jalan-jalan dan pengembangan DOK), seharusnya pemerintah harus lebih bijak dalam mengesahkan anggaran dan pelaksanaannya. Sehingga, kebijakan yang diambil bisa menangguk keuntungan tanpa harus menciderai rakyat Indonesia.

Isdiyono, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...