Thursday 8 November 2012

Kompetisi Esai Mahasiswa


Saat ini, semakin banyak kompetisi tulis-menulis yang diadakan di berbagai tempat dan institusi. Bahkan, mulai dari SD, Sekolah Menengah, Mahasiswa dan tingkat umum, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di dalamnya. Saya tidak ingin membahas sisi negatif dari pelaksanaan kompetisi ini. Karena setiap hari dan setiap waktu, kita telah dijejali dengan berita-berita negatif dari televisi maupun media cetak lainnya.
Artinya, aktivitas tulis-menulis pada saat ini telah mendapatkan tempat yang terhormat. Tidak sekedar aktivitas “kering” yang tidak menghasilkan apa-apa. Bahkan, peserta yang kemudian berpartisipasi pun meningkat dari waktu ke waktu. Pada era saya berkuliah, setiap kali ada even tulis-menulis yang ikut bisa dihitung dengan jari. Semakin hari, para peminat semakin bertambah. Di beberapa kompetisi yang saya ikuti, rata-rata peserta yang ikut tidak kurang dari 100 naskah. Luar biasa!
Dengan semakin banyak peserta, tentu saja prestis keikutsertaan (apalagi jika lolos dan menang) semakin meningkat. Kalaupun masih ada orang yang mencibir, mereka orang yang tak tahu-menahu tentang kenikmatan menulis. Terutama saat tulisan kita dihargai. Kata Syahrini : “Sesuatu ya ... <3...”
Namun, sayangnya tidak semua panitia mampu membedakan antara tulisan berupa esai dengan tulisan berupa karya tulis. Keduanya sering dicampuradukkan menjadi satu. Yang menjadi korban, tentu saja para penikmat esai. Yang kadang tambah menyebalkan adalah ketika juri tidak mengetahui apa itu esai dan apa itu karya tulis.
Berdasarkan pengalaman pribadi saya, yang namanya esai itu tidak berbeda jauh dengan artikel. Perbedaan hanya terletak pada jumlah halaman dan nilai berita yang disajikan. Kalau artikel sekali baca, kemudian besok sudah tidak menarik lagi karena dianggap sudah basi. Kalau esai, cukup lama waktu basinya.
Dengan bertebarannya kompetisi esai di berbagai media institusi, ada baiknya kita belajar mengidentifikasi esai-esai seperti apa yang harus kita buat. Tanpa strategi dan trik, tentu kita akan selalu kalah ketika berkompetisi. Karena biasanya, esai yang masuk di meja juri itu sangat banyak jumlahnya. Tidak mungkin juri memilih esai yang biasa-biasa saja dan sangat umum.
Nah, sebelumnya saya ingin sedikit cerita tentang esai di Unnes beberapa waktu yang lalu. Kebetulan, naskah saya masuk ke dalam 15 besar finalis. Keikutsertaan saya, sebenarnya cuku terpaksa karena sebenarnya sudah tidak terlalu berminat. Hanya karena dari UNY minim yang berkirim, maka saya selesaikan satu naskah saya. Dan, Alhamdulillah bisa lolos. Bayangan saya, tidak ada presentasi untuk menentukan esai terbaik, akan tetapi ada presentasi yang saya kira sangat aneh untuk jurusan yang sebenarnya mengenal esai lebih baik dari jurusan-jurusan yang lain.
Jika memang benar-benar paham, maka juri akan mempertanyakan karya-karya esai yang berupa karya tulis. Pasalnya, keduanya memiliki substansi dan nilai estetika yang berbeda. Kalau esai cenderung pada konsep, tetapi kalau karya tulis terlihat dari struktur, kekakuan bahasa dan keharusan solusi. Padahal, kalau esai setahu saya, adalah tulisan yang disusun untuk memberikan apresiasi, kritik, opini dan harapan-harapan. Terkait penilaian, biarkan saja pembaca yang menginterpretasikannya. Penulis tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan esainya itu tentang apa.
Faktanya, justru juri sangat asyik menikmati esai-esai yang berupa karya tulis tersebut. Ya, secara aplikasi, karya tulis lebih unggul jika dibandingkan, sejelak-jeleknya karya tersebut. Karena apa? Karena karya tulis lebih sistematis dan kurang mengedepankan estetika. Sedangkan esai, kita menulis dan mengaduk-aduk pikiran pembaca melalui art of writting. Bukan kemudian saya mengecam kepanitiaan. Tetapi, saya ingin menjadikan ini sebagai sebuah pelajaran berharga dalam memahami medan perang dunia esai.
Tidak perlu idealis
Pendapat ini cocok saya alamatkan pada kompetisi-kompetisi esai yang diadakan oleh lembaga mahasiswa. Alasannya? Booming edaran kewajiban mahasiswa menulis karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan, bberbanding lurus dengan tuntutan birokrasi kampus dala meresponnya. Bak kebakaran jenggot, jurusan-jurusan, fakultas hingga universitas-universitas pun bergegas memperbaiki jenjang kaderisasi kepenulisannya. Dampaknya, alokasi dana untuk kegiatan kepenulisan ilmiah pun menggembung.
Dulu, sebelum ada edaran ini, banyak mahasiswa bingung mencari dana untuk memuaskan kemampuan menulisnya. Setelah disyahkan, mahasiswa seolah digiring dan dipaksa berpikir secara ilmiah. Hasilnya, seminar-seminar dan kepelatihan kepenulisan pun menjamur. Tidak tanggung-tanggung, kaderisasi kepenulisan sudah dimulai dari sejak pertama kalinya mahasiswa mengingjakkan kaki di almamater secara resmi.
Selain dampak positif sebagai bagian dari tergugahnya semangat mahasiswa untuk menulis, dampak negatif pun mengiringi. Pemikiran mahasiswa, pada akhirnya digiring untuk berpikir seperti karya tulis. Seolah, tidak ada bentuk lain tulisan yang bisa mereka tuliskan. Cerpen, esai, novel, resensi, diary hingga memoar pun ditinggalkan. Semua tertuju pada satu titik : karya tulis.
Alhasil, tulisan-tulisan mahasiswa itu terpusat pada tulisan sistematis yang tidak ada unsur seni sedikitpun. Semua kaku, seragam dan berakhir dengan kata-kata : “ini masih prototipe...ini masih kami kembangkan...di tempat kami seperti ini...atau kata-kata ‘mungkin’ yang saya sampe sedikit mual mendengarnya.” Lalu, di mana unsur ilmiahnya? Unsur kepastian, jika semua karya tersebut dihiasi dengan kata mungkin dan “dalam pengembangan.” Meskipun saya pernah juga menyatakan frasa kedua, tetapi cukup kali itu saja. Dalam tulisan-tulisan selanjutnya, saya paksa tulisan saya agar tidak membosankan seperti yang saya bilang tadi.
Berpikir trik, kita tidak boleh mengabaikan pendapat di atas. Untuk alasan-alasan yang lebih praktis, kita dituntut untuk menyesuaikan tulisan kita dengan kebutuhan pasar. Bukan menolak, tetapi seorang penulis yang bertekad kuat, tentu tidak akan terlalu mempermasalahkan hal ini. Yah, meskipun bisa jadi dalam hati dongkolnya minta ampun.
Saran saya, untuk esai-esai berujung presentasi yang aneh bin ajaib ini, tidak ada salahnya kawan-kawan menulis dengan gaya karya tulis. Jika perlu, bawa prototipe atau alat-alat pendukung lain jika teman-teman lolos. Karena kemenangan itu akan diraih, hanya dengan persiapan yang matang. Tanpa persiapan, nonsen jika teman-teman menargetkan juara. Cukup satu even ini yang saya ikuti, selanjutnya saya tak akan menyentuh esai yang seperti itu. Bukan saya mencegah teman-teman, tetapi menyemangati diri dan orang lain untuk kembali menikmati esai sesuai dengan “fitroh”nya. Bukan esai gaya cangkokkan karya tulis yang bebal dan menurut saya, merusak citra esai.
Jika dalam kompetisi esai umum, yang diadakan organisasi di luar kampus, seperti yang saya katakan bahwa kita harus menunjukkan art of essay. Bahwa esai, memiliki makna yang lebih mendalam. Saya sangat berharap, esai-esai generasi penerus tidak membosankan seperti gaya karya tulis. Saya masih ingin terus membaca getaran-getaran luapan emosi tulisan Goenawan Mohammad, kritik cerdik berpolitik ala Efendi Ghozali, nilai budaya dalam balutan politik kontemporer ala Bandung Mawardi atau tulisan-tulisan Cak Nun yang lucu dan menggelitik. Ikutilah kompetisi lebeeh hasil perkosaan mahasiswa terhadap citra esai berbasis karya tulis, tetapi jangan gadaikan seni esai dalam setiap nafas tulisanmu. Karena ia yang akan memanjangkan kata-katamu!
Isdiyono, 08 November 2012
Materi untuk kampus Wates, saat saya tak bisa datang...
Semangattttttt ...

Monday 5 November 2012

Menulis, Menuangkan Inspirasi


Orang boleh pandai setinggi langit, selama ia tidak menulis maka ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah...”
-Pram-

Dalam pandangan sempit saya, menulis merupakan sebuah aktivitas yang terkadang sangat saya cintai, tetapi juga terkadang saya hindari. Setiap orang yang sudah masuk jaman sejarah, sudah mengenal dan menggunakan tulisan. Bagi yang belum, tanyakan pada diri sendiri : apakah saya sudah masuk ke dalam jaman sejarah? Kalau belum, ada baiknya kembali hidup di hutan saja.
Arti penting tulisan, sampai-sampai para ahli menggunakan tulisan sebagai penanda waktu, penanda kejayaan ataupun penanda kehancuran. Bagi para sejarawan, tulisan bisa menjadi untaian cerita lengkap tentang alasan-alasan mengapa kita ada dan dilahirkan di bumi yang sangat indah atau sangat buruk ini. Tulisan bisa dengan mudah menjadi fitnah, ataupun pembelok sejarah.
Sebagai contoh, tariklah nama-nama pahlawan perjuangan 45 kita. Bukan saya mengecilkan peran masing-masing wilayah. Tetapi, pada faktanya tidak semua daerah memiliki pahlawan. Sebagai bukti, kawan-kawan bisa membuktikan apakah Kristina Martha Tiahahu pernah ada? Kalaupun ada, di mana lahirnya? Perjuangannya seperti apa? Atau, kenapa Kartini yang hanya menulis surat pada sahabatnya lebih terkenal daripada sepuluh Jenderal Revolusi? Padahal, sekarang telah diresmikan satu provinsi baru yakni Kaltara, atau Kalimantan Utara, bukan disingkat jadi Kalut. Bisa-bisa, di sana tinggal orang-orang galau dan lebeeh yang suka koprol sambil bilang : Ciyus??? Sebell banget saya sama kata-kata itu...
Ah, kau,
Jika kau tak suka menulis, maka pikiranmu akan jadi budak media. Di mana setiap isi yang disajikan adalah keburukan-keburukan. Silahkan nanti sore kawan semua lihat berita di televisi, coba hitung berapa berita yang menceritakan tentang keberhasilan pemerintah? Sehingga, saya harus menjadwal program-program bermutu seperti Jasa Raharja tiap hari Minggu, atau kabar tani yang tayang sekitar pukul 10.00. Ah, media sudah tak berimbang lagi. Barangkali, inilah alasan mengapa banyak kawan-kawan kita berkelahi, membuat rusuh dan saling serang. Karena dari waktu ke waktu, otak kita dipenuhi dengan berita-berita negatif. Mari sadar, kawan. Kita harus bangkit!
Belum cukupkah...?
Belum cukupkah Bang Andrea membangun Belitong dengan tulisannya? JK Rowling mengubah nasibnya dari seorang miskin hingga menjadi milyarder yang kekayaannya melebihi Ratu Elizabeth? Atau, belum cukupkah bagaimana email dari Prita Mulyasari, membuat kedokteran kita berubah? Sesungguhnya, manusia itu bukan siapa-siapa. Jika bisa, tentu Dahlan Iskan tak akan bilang :”Tuhan, terserah Engkau sajalah...” ketika menjalani operasi hati. Maka, kenapa kita tidak berbagi dengan pena?
Yang paling dekat dengan kita, berapa tulisan orang kita kutip, telaah, atau bahkan dijadikan dasar berpijak? Berapa kali secara tidak sadar, pernyataan kita telah disetir oleh pemikiran orang? Tiap kita bicara perkembangan, maka ada nama-nama Piaget, Webb, Ki Hajar Dewantoro. Kenapa? Jawabannya satu : karena mereka adalah juga seorang penulis.
Kalau tidak, kenapa Bambang Pamungkas repot-repot tiap kali posting di web pribadinya bambangpamungkas20.com untuk menjelaskan kisruh sepakbola? Kalau orang-orang terkenal saja mau menulis, kenapa kita tidak?
Mari menulis!
Isdiyono, 06 November 2012
RWRC Perdana tahun 2012
Alamat penerbit buku


Amara Books
Jl. Kaliurang km. 6,2 No. 58A Yogyakarta
Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta Telp. (0274) 889778/ 7470601

Andi
Jl. Beo No. 38-40 Demangan Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 561881 Email: andi_publiser.net.id

Alfa Media
Jl. Monumen Jogja Kembali 75A Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 584780 Email: alfa_media2003@yahoo.com

Alvabet (KC. Jogja)
Jl. Kaliurang Km. 8,5 Dk. Jaban No. 64
Rt 01/25 Sinduharjo, Sleman Telp./Fax: (0274) 4332044

Bentang Pustaka
Jl. Pandega No. 19 Yogyakarta
Telp.Fax: (0274) 517373 Email: bentang@ekuator.com

Bumi Aksara
Jl. Ring Road Barat 250
Nogosaren, Yogyakarta Telp: (0274) 622330

Diva Press
Sampangan Gg. Perkutut No. 325 B Jl. Wonosari Baturetno,
Banguntapan, Yogyakarta Telp./Fax: (0274) 7418727/4463008

Erlangga
Jl. Beo No. 9-10A, Demangan Baru, Sleman, Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 552261/552260
Email: erlygy@indosat.net.id

Fajar Pustaka
Jl. Purbayan Mutihan No. 154 Rt 04 Rw 18
Wirokerto, Banguntapan, Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 380714, 7197801

Gema Insani Press
Pandega Insani, Pogung Lor
Ring Road Utara, Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 557562 Email: gipyogya@telkom.net

Grafindo Litera Media
Jl. Tohpati 2A Nyutran MG II Yogyakarta
Telp.Fax: (0274) 373463/373463

Kanisius
Jl. Cempaka No. 9 Deresan, Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 588783/563349 www.kanisiusmedia.com

LKiS
Jl. Prangtritis Km. 4,4 Salakan Baru No. 1
Sewon, Bantul, Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 387194/417762 Email: elkis@indosat.net.id

Mizan Dian Semesta
Jl. Magelang Km. 7.2 Perum Sendangadi A21, Mlati, Sleman, Yogyakarta Telp./Fax: (0274) 866338

Ombak
Jl Progo B-15 Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 620660 Email: ombak_community@yahoo.com

Pinus Book Publiser
Jl. Tegal Melati No. 118C Jongkang, Yogyakarta (belakang Monjali)
Telp./Fax: (0274) 867646 Email: rumahpinus@yahoo.com

Resist Book
Jl Magelang Km. 5 Gg. Ghiima No. 239
Kutu Dukuh, Yogyakarta
Telp./Fax: (0274) 580439/7422761

Djambatan
Pogung Baru B/13 Yogyakarta
Telp. 0274-544168
Jl. Wijaya I/39 Jakarta
Telp. 021-7227989

Pustaka Zahra
Jl. Batu Ampar III No. 14 Condet Jakarta Timur
Telp. 021-8092269, 80871671

UI Press
Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta
Telp. 021-31935373, 31930172

AL I'tishom Cahaya Umat
Jl. Pemuda III No. 10 Rt03/02 Rawamangun
Jakarta
Telp. 021-4701795

Balai Pustaka
Jl. Gunung Sahari Raya No.4
Jakarta
Telp. 021-3451616, 3804439








Alamat redaksi Koran

Jakarta:                
                1. Kompas                            (1) opini@kompas.com
                                                                (2) opini@kompas.co.id
                2. Republika                         (1) redaksi@republika.co.id
                                                                (2) sekretariat@republika.co.id
                3. Media Indonesia             redaksi@mediaindonesia.co.id
                4. Suara Pembaruan           (1) koransp@suarapembaruan.com
                                                                (2) opinisp@suarapembaruan.com
                5. Sinar Harapan                                 (1) redaksi@sinarharapan.co.id
                                                                (2) info@sinarharapan.co.id
                6. Harian Pelita                    hupelita@indo.net.id
                7. Suara Karya                     redaksi@suarakarya-online.com
                8. Koran Tempo                 koran@tempo.co.id
                                                                ktminggu@tempo.co.id
                9. Seputar Indonesia           (1) redaksi@seputar-indonesia.com
                                                                (2) marcomm@seputar-indonesia.com

Sumatera                                                              (1) hariansinggalang@yahoo.co.id
                1. Singgalang (Padang)                       (2) kj_sgl@yahoo.com
                2. Haluan (Padang)                             (1) harian_haluan@yahoo.com.sg
                3. Padang Ekspres (Padang)              (2) redaksi@padangekspres.co.id
                                                                                (1) stres_tb@yahoo.com
                4. Riau Pos (Pekanbaru)                    (1) redaksi@riaupos.co.id
                                                                                (1) budaya_ripos@yahoo.com
                5. Waspada (Medan)                          (1) redaksi@waspada.co.id
                                                                                (2) waspada@waspada.co.id
                6. Suara Indonesia Baru (Medan)   redaksi@hariansib.com
                7. Batam Pos                                        redaksi@harianbatampos.com
                8. Sriwijaya Post (Palembang)          (1) sripo@persda.co.id
                                                                                (2) sripo@mdp.net.id
Jawa      
                1. Pikiran Rakyat (Jawa Barat)        (1) redaksi@pikiran-rakyat.com
                                                                                (2) info@pikiran-rakyat.com
                2. Suara Merdeka (Jawa Tengah)    (1) redaksi@suaramerdeka.info
                                                                                (2) naskah@suaramerdeka.info
                3. Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta) redaksi@kr.co.id
                4. Koran Bernas (Yogyakarta)         koranbernas@yahoo.com
                5. Harian Surya (Jawa Timur)          surya1@padinet.com
                6. Duta Masyarakat (Jawa Timur) dumas@sby.centrin.net.id
                7. Surabaya Post (Jawa Timur)        redaksi@surabayapost.info
                                                                                admin@surabayapost.info
                8. Radar Malang (Malang)                radarmalang@jawapos.co.id
                9. Solopos (Solo)                 redaksi@Solopos.Net.
                10. Jawa Pos (Surabaya)                   (1) editor@jawapos.com
                                                                                (2) editor@jawapos.co.id
Bali        
                1. Bali Post (Denpasar)                       balipost@indo.net.id
Kalimantan         
                1. Banjarmasin Post (Banjarmasin)    banjarmasin_post@persda.co.id
                                                                                bpostmania@telkom.net
                2. Pontianak Pos (Pontianak)           redaksi@pontianakpos.co.id
Sulawesi               
                1.Harian Fajar (Makassar)                                fajar@fajar.co.id

Friday 2 November 2012

Mengangkat UMKM



Adanya sistem pasar bebas yang disepakati oleh beberapa negara, misalnya ASEAN memiliki dampak yang besar bagi perekonomian di kawasan tersebut. Sistem ini memberikan kemudahan keluar-masuk barang komoditi ekspor dengan meniadakan bea masuk. Sehingga, biaya sirkulasi produksi dan distribusi barang pun bisa lebih bergairah. Peluang ini, seyogyanya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dalam membangun pasar produksi yang lebih luas.
Idealnya, peluang ini bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para pebisnis. Setiap orang di negeri ini, memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan usahanya. Akan tetapi, peluang tersebut belum bisa dirasakan oleh semua pelaku bisnis di tanah air utamanya para pelaku bisnis mikro.
Minimnya modal, menjadi salah satu penghambat pengembangan para pengusaha mikro yang sebenarnya pada saat ini sudah menggeliat. Menggeliatnya bisnis mikro ini bisa kita jumpai di tepi-tepi jalan. Misal bisnis gorengan, stiker, warung makan hingga kerajinan-kerajinan tangan yang kreatif.
Akan tetapi, keberadaan mereka sebenarnya dalam kondisi yang terjepit dan terancam. Pertama, ancaman datang dari toko-toko modern berlabel minimarket yang mulai menjamur. Bahkan, aturan pendirian toko modern 1 km dari pasar tradisional pun saat ini mulai dilanggar. Orang cenderung beralih ke toko-toko modern karena permasalahan harga dan gengsi.
Pangsa pasar yang jelas, dagangan yang tahan lama dan sistem pengelolaan toko yang bagus, membuat para pelaku bisnis kecil semakin tersudut. Minimnya pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan pengembangan pemikiran analitis dalam menjawab kebutuhan pasar. Untuk berhitung saja susah, apalagi berbicara tentang manajemen bisnis.
Di samping desakan dari toko-toko modern, para pengusaha mikro juga semakin sulit untuk bernapas terkait modal yang tak memungkinkan. Usaha yang dipandang kurang potensial, terkadang membuat bank atau lembaga-lembaga kreditur kurang percaya terhadap mereka. Akhirnya, mereka tidak mampu bersaing dengan para pelaku bisnis makro dalam mengembangkan usahanya.
Jika kondisi demikian tidak segera disiasati oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan, maka tinggal menunggu waktu saja kematian usaha mereka. Karena dengan semakin banyak masyarakat beralih pada pengusaha-pengusaha makro, maka daya serap masyarakat terhadap produk mikro pun akan menurun. Modal yang dimiliki, tidak akan sanggup untuk menutup pengeluaran tetap dalam kondisi tak ada pendapatan.
Berangkat dari pemikiran ini, maka perlu kiranya pemerintah turun tangan dalam menarik kembali semangat para pelaku usaha mikro untuk bangkit. Adanya kebersamaan dengan pemerintah secara intensif, akan meningkatkan rasa aman dalam mengembangkan usaha. Sehingga, mereka tidak lagi berpikir tentang bagaimana cara untuk menutup pengeluaran. Tetapi, sudah pada hitung-hitungan keuntungan maksimal.
Jika grafik pertumbuhan usaha mikro ini berjalan stabil maka dengan sendirinya para pemodal (bank) pun tidak merasa keberatan untuk bekerja sama. Karena pihak bank tentu saja tidak ingin berjudi dengan hitung minimal mereka tentang perputaran modal usaha. Ketika perekonomian mikro berjalan stabil, bukan tidak mungkin kucuran modal akan semakin dipermudah.
Pengembangan usaha mikro sangat urgen dilaksanakan, mengingat posisi sebagian besar masyarakat Indonesia berada pada tingkat menengah ke bawah. Ketika golongan menengah ke bawah ini dapat berkembang, bisa jadi pertumbuhan kesejahteraan nasional tidak didominasi oleh golongan masyarakat mapan saja. Sehingga, jurang kesenjangan ekonomi yang telah mengakibatkan banyak kekisruhan ini bisa segera berakhir. Karena pada dasarnya, perekonomian nasional yang bagus adalah yang menguntungkan semua pihak. Tidak hanya para pelaku usaha makro semata.
Pasar bebas yang kini mulai diterapkan, bisa dijadikan standar dalam pengembangan UKM mikro. Kombinasi raksasa UKM dengan ekspansi UKM mikro yang terus meningkat, tentu akan meningkatkan kualitas ekonomi Indonesia di mata dunia. Tinggal, bagaimana pemerintah dan UKM mikro berkolaborasi membangun sinergi dalam mengembangkan usahanya.
Isdiyono, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...