Monday 30 April 2012

Urgensi Pemaknaan Peran Guru BK


Dalam sejarah perjalanan perkembangan pendidikan kita, satu hal yang menjadi ketakutan siswa untuk masuk sekolah adalah tentang keberadaan guru BK (dulu BP). Topik menarik yang tidak pernah usang diperbincangkan anak-anak adalah ketika ada teman mereka yang masuk ‘ruang BP’. Seolah, mereka yang masuk ke ruang tersebut adalah anak nakal yang sudah tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh. Sehingga, tidak mengherankan jika kemudian para guru BK ini diberi julukan sebagai ‘polisi sekolah’.
Meskipun telah lama berganti nama (dari BP menjadi BK), kekhawatiran yang patut kita sadari adalah hanya sekedar perubahan nama saja tanpa ada perubahan makna. Di beberapa sekolah, mereka menerapkan sistem poin yang sangat berat untuk sebuah kesalahan yang fatal misalkan membawa miras atau narkoba di sekolah, merokok hingga sex bebas. Bukan rahasia jika beberapa contoh tersebut ada dalam lingkungan sekolah tertentu.
Yang menjadi permasalahan bukanlah ketika seorang siswa melanggar kemudian mendapatkan poin negatif. Tetapi, bagaimana sekolah tetap menerapkan aturan tersebut tanpa menurunkan mental si anak ‘terhukum’. Sebagai pembelajaran, sudah seharusnya mereka memiliki kesempatan untuk merubah diri. Bukan dengan ancaman-ancaman yang dianggap layak oleh sekolah untuk ‘membersihkan’ anak-anak tersebut.
Jadi, seorang guru BK harus mengetahui duduk permasalahan dan latar belakangnya sebelum memberikan vonis. Karena vonis yang dikeluarkan, akan menentukan arah ke mana si anak akan melanjutkan ‘masa depannya’. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 telah ditegaskan bahwa peran guru bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik, mendampingi, memberikan keteladanan dan menemukan solusi terbaik yang menguntungkan sekolah maupun si anak pada keputusan finalnya.
Karena bisa jadi, si anak semakin jatuh ke dalam dunia ‘gelap’ yang lebih dalam ketika si anak mengalami depresi. Belum lagi, bagaimana ia akan menghadapi cap sebagai anak nakal di lingkungannya. Dan tentu saja, sekolah akan kehilangan peran dalam ‘ikut mencerdaskan kehidupan bangsa’ seperti yang menjadi pembuka dalam undang-undang dasar kita. Semoga, para guru BK semakin ‘bijak’ dalam mengambil keputusan. Karena guru BK bukanlah seorang polisi sekolah. Bukan begitu?

Isdiyono, Mahasiswa PGSD FIP UNY

MERDEKA BERPENDAPAT DI HARI ANAK

 Anak adalah kelompok usia rentan di samping wanita dan lansia. Di berbagai kondisi yang mengancam, mereka adalah kelompok yang tidak bisa m...